Jakarta: Kementerian Keuangan (Kemenkeu) kembali menagih utang Lapindo Brantas Inc dan PT Minarak Lapindo Jaya sebesar Rp773 miliar yang jatuh tempo pada 10 Juli 2019 lalu. Utang tersebut merupakan dana talangan ganti rugi kepada masyarakat yang terkena dampak luapan lumpur.
Direktur Jenderal Kekayaan Negara Kemenkeu Isa Rachmatarwata mengatakan belum ada catatan pembayaran baru yang dilakukan oleh Lapindo. Dari total utang Rp773 miliar, kedua perusahaan itu baru menyetor Rp5 miliar.
“Dalam catatan kami belum ada pembayaran baru. Kalau yang sudah dilakukan di September tahun lalu Rp5 miliar,” ujarnya di Aula Direktorat Jenderal Kekayaan negara (DJKN) Kementerian Keuangan, Jakarta, Jumat, 12 Juli 2019.
Untuk memenuhi kewajiban-kewajiban berdasarkan perjanjian, Kemenkeu terus mendorong Lapindo mensertifikasi tanah-tanah yang dibeli dari masyarakat.
Saat ini, sudah ada penyerahan sertifikat tanah terutama di daerah tanggul seluas kurang lebih 46 hektare (ha) kepada Pusat Pengendalian Lumpur Sidoarjo (PPLS) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.
“Yang baru disertifikatkan 46 ha. Itu yang selesai sertifikat daerah tanggul, mereka sertifikatkan atas nama Minarak sekarang sudah dijaminkan,” jelasnya.
Namun demikian, jaminan sertifikat tanah tersebut belum tentu cukup untuk melunasi utang Lapindo. Karenanya, Kemenkeu akan menagih jaminan lain agar dana talangan itu segera dibayar lunas.
Sementara itu, besaran bunga utang tetap 4,8 persen sesuai dengan perjanjian awal. Jika Lapindo gagal bayar maka denda utang akan diakumulasikan.
“Bunga utang Lapindo tetap 4,8 persen sesuai perjanjian. Tapi ada denda kalau jatuh tempo dan tidak bayar. Selain bunga ada denda,” tambah Isa.
Terkait penagihan utang yang nantinya menemui jalan buntu, pemerintah terpaksa menurunkan Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) yang terdiri dari Kementerian Keuangan, Kepolisian, Kejaksaan, Bank Indonesia, dan Pemerintah Daerah.
“Kalau satu dua kali tidak juga bisa dilaksanakan, baik karena kemampuan tidak ada atau kemauan tidak ada, kita dapat menyerahkan ke panitia urusan piutang negara yang dipimpin Menkeu tapi merupakan satu tim ada kejaksaan, polisi, pemda,” pungkas dia. (medcom.id)