ROKOK DALAM PRINSIP KONSUMSI ISLAM

by Muhammad Reza

ROKOK DALAM PRINSIP KONSUMSI ISLAM

Oleh : Fahmi Syam Hafid B.Irkh (Hons)

Mahasiswa Pascasarjana Universitas Islam Indonesia

 

Polemik Rokok menjadi viral akhir-akhir ini menyusul adanya isu pemerintah yang ingin menaikkan harga cukai rokok. Kenaikan harga tersebut sontak menimbulkan perdebatan yang panjang dan menarik, para penikmat rokok secara otomatis menolak secara tegas dengan berbagai preminya seperti faktor ekonomi petani tembakau, pekerja di pabrik rokok, dan pada isu kebudayaan. Dan pihak yang pro atas peraturan pemerintah tak kalah juga mengeluarkan preminya yang menilai bahwa kebijakan ini merupakan salah satu langkah untuk menekan jumlah pecandu rokok yang sangat mengkhawatirkan, dan cukup membahayakan, karena betapa banyak korban meninggal akibat rokok.

Dalam hal ini penulis tidak ingin menentukan keterpihakan pada salah satu kubu yang berdebat, hanya saja penulis mencoba melihat fenomena rokok ini dalam kacamata prinsip dasar konsumsi dalam Islam.

FENOMENA PEROKOK DI INDONESIA

Indonesia merupakan syurga bagi penikmat rokok, terlihat dari murahnya harga rokok, mudahnya mendapatkan rokok, dan kurangnya pengawasan. Namun,  menariknya disini adalah meski sebagian perokok sudah paham dan tahu akan bahaya yang ditimbulkan akibat merokok, akan tetapi perilaku merokok tidak pernah surut dan tampaknya perilaku yang masih dapat ditolerir oleh masyarakat.

Hal ini dapat kita rasakan dalam kehidupan sehari-hari di lingkungan rumah, kantor, kafe, angkutan umum maupun di jalan-jalan. Tak menilai laki-laki atau perempuan, Hampir setiap saat dapat disaksikan dan di jumpai orang yang sedang merokok dan biasanya orang-orang yang ada disekelilingnya seringkali tidak perduli. Bahkan hal yang sangat memperihatinkan ketika menyaksikan fenomena rokok sudah merasuki anak-anak kecil, terlihat bila dulu orang mulai berani merokok biasanya mulai SMP, dan itupun harus diam-diam karena takut ketahuan merokok. Akan tetapi sekarang dapat dijumpai anak-anak SD kelas 5 sudah mulai banyak yang merokok, bahkan secara terang-terangan.

KEPUASAN ROKOK

Salah satu tujuan dari konsumsi menurut teori konvensional adalah untuk mencapai kepuasan yang tertinggi. Dan bahayanya golongan yang seperti ini terkadang melupakan nilai-nilai ekonomi seperti kesederhanaan, prioritas bahkan halal haram. Bagi mereka perokok aktif yang menganggap rokok sebagai kebutuhan, dengan kenaikan harga rokok menjadi 50.000 tidak menjadi alasan mereka untuk berhenti merokok. Karena mereka akan tetap merokok sekalipun harus membayar lebih mahal.

Satu sisi dengan kenaikan rokok ini bisa diprediksikan akan menimbulkan tindakan kriminal dimasyarakat menjadi meningkat, disebabkan mereka yang sudah merasakan candunya rokok, maka akan mencoba menghalalkan segala cara agar kebutuhan mereka dapat terpenuhi. Maka solusi termuda dengan mencuri, merampok, dan lain sebagainya. Sehingga hal ini juga yang harus diperhatikan bagi penentu kebijakan.

KONSUMSI DALAM ISLAM

Berbicara tentang rokok, maka tak lepas dari perilaku konsumsi masyarakat. Adapun dalam Perilaku Konsumsi di Dalam Islam dipandang sebagai upaya Memenuhi Kebutuhan Baik Jasmani maupun rohani sehingga mampu memaksimalkan fungsi kemanusiaannya sebagai hamba Allah SWT, dengan tujuan untuk mendapatkan kesejahteraan atau kebahagian di dunia dan akhirat (Falah).

Dan Islam memandang ketika melakukan proses konsumsi  tidak hanya untuk mencari kepuasan semata akan tetapi juga harus memperhatian aspek religiusitas, yaitu aspek Mashlahah. Kebutuhan terkait sesuatu yang diperlukan manusia agar manusia menjadi manusia yang sempurna dan mulia dibandingkan mahkluk lain, seperti baju untuk menutup aurat manusia. Dan tujuannya adalah untuk memelihara maqasid al-syari’ah, yaitu menjaga akal, menjaga diri, menjaga harta, dan lain sebagainya. (P3EI UII).

Adapun aspek kedua yaitu aspek religiusitas (mashlahah) , juga harus diperhatikan dalam konsumsi, konsep mashlahah terdiri dari manfaat dan keberkahan. Sehingga diasumsikan bahwa Konsumsi yang kita lakukan tidak hanya ingin mendapatkan kepuasan semata, akan tetapi juga harus memperhatikan sisi manfaat dan keberkahan yang terdapat dari kegiatan konsumsi tersebut.

Konsumsi dan pemuasan (kebutuhan) tidak dikutuk dalam Islam selama keduanya tidak melibatkan hal-hal yang tidak baik atau merusak. Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an surah al-maidah:88: Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah rezekikan kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya.

ROKOK DALAM PRINSIP KONSUMSI ISLAM

Halal lagi Baik merupakan konsep final yang ditawarkan oleh Islam dalam mengkonsumsi sesuatu, apabila kita melihat kerugian apa yang dihasilkan dari rokok sangat banyak bagi kesehatan. Dalam asap rokok terdapat 4000 zat kimia berbahaya untuk kesehatan, dua diantaranya adalah nikotin yang bersifat adiktif dan tar yang bersifat karsinogenik (Asril Bahar, 2002 : 19). Racun dan karsinogen yang timbul akibat pembakaran tembakau dapat memicu terjadinya kanker. Pada awalnya rokok mengandung 8 – 20 mg nikotin dan setelah di bakar nikotin yang masuk ke dalam sirkulasi darah hanya 25 persen. Walau demikian jumlah kecil tersebut memiliki waktu hanya 15 detik untuk sampai ke otak manusia.

Nikotin itu di terima oleh reseptor asetilkolin-nikotinik yang kemudian membaginya ke jalur imbalan dan jalur adrenergik. Pada jalur imbalan, perokok akan merasakan rasa nikmat, memacu sistem dopaminergik. Hasilnya perokok akan merasa lebih tenang, daya pikir serasa lebih cemerlang, dan mampu menekan rasa lapar. Sementara di jalur adrenergik, zat ini akan mengaktifkan sistem adrenergik pada bagian otak lokus seruleus yang mengeluarkan sorotonin. Meningkatnya serotonin menimbulkan rangsangan rasa senang sekaligus keinginan mencari rokok lagi. (Agnes Tineke, 2002: 22). Hal inilah yang menyebabkan perokok sangat sulit meninggalkan rokok, karena sudah ketergantungan pada nikotin. Ketika ia berhenti merokok rasa nikmat yang diperolehnya akan berkurang.

Terlihat jelas bagaimana cara kerja rokok yang kurang memperhatikan prinsip konsumsi dalam islam. seperti prinsip israf dan tabzir. Penulis memandang isu yang beredar berkenaan dengan kenaikan harga rokok merupakan suatu langkah awal untuk mencoba menekan prilaku konsumsi masyarakat Indonesia yang sudah terjerumus jauh kedalam perilaku yang melampaui batas dan berlebih-lebihan dalam berkonsumsi.

Agama Islam memerintahkan kita untuk menjaga harta benda dengan baik, dan rokok bertentangan dengan perintah itu, karena termasuk membuang harta, apalagi kalau sampai kecanduan, belum lagi biaya yang dikeluarkan untuk mengobati penyakit-penyakit akibat rokok kalau dibandingkan pendapatan dari rokok maka jauh lebih besar.
Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di Setiap (memasuki) mesjid, Makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan. “Janganlah melampaui batas yang dibutuhkan oleh tubuh dan jangan pula melampaui batas-batas makanan yang dihalalkan” (Al-A’raf:31).

Akan tetapi kebijakan yang dilakukan pemerintah bukan sebagai satu-satunya sarana untuk merubah kondisi tersebut, akan tetapi juga diperlukan peran pengawasan dan prevensi dari masyarakat, keluarga dan sekolah, agar generasi kita yang tumbuh menjadi generasi cerdas tanpa asap rokok.

DSC_0657

Related Articles

Bagaimana Tanggapan Anda?....

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.