Jakarta: Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Argo Yuwono membantah penangkapan Eggi Sudjana politis. Tim Advokasi Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno itu ditangkap karena tak kooperatif.
Eggi menolak diperiksa pertama kali sebagai tersangka pada Senin, 13 Mei 2019, dan menolak telepon genggamnya disita. Eggi berdalih penyidik harus terlebih dahulu memeriksa saksi dan ahli dari pihaknya.
“Kedua, Eggi juga sedang mengajukan praperadilan. Lalu, Eggi sedang menjalani kode etik advokat, maka Eggi tidak mau diperiksa sebagai tersangka,” tegas Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Argo Yuwono di Polda Metro Jaya, Selasa, 14 Mei 2019.
Penangkapan Eggi Sudjana, jelas Argo, sesuai kebutuhan penyidikan. Polda Metro Jaya sudah memeriksa saksi, ahli, dan barang bukti sebelum melakukan gelar perkara serta menetapkan Eggi sebagai tersangka kasus dugaan makar.
“Nah, dalam penyidikan harus ada surat perintah penangkapan,” ucap dia.
Argo memastikan penyidik tak membatasi Eggi menjalankan kewajibannya. Penyidik tetap memperbolehkan Eggi salat dan berbuka puasa di tengah pemeriksaan.
“Setelah buka puasa, Eggi datang kembali minta untuk diperiksa. Tentunya penyidik dengan senang hati menerima beliau,” ujar Argo.
Argo menjelaskan surat penangkapan kepada Eggi baru diberikan setelah pemeriksaan selesai. Sebelum memberikan surat itu, penyidik membacakan hak-hak dan tuntutan terhadap Eggi.
“Lalu, penyidik memberikan surat perintah penangkapan kepada tersangka Eggi. Surat penangkapan sudah diberikan kepada istrinya dan sudah menandatangani surat tersebut,” ungkap Argo.
Penangkapan ini akan dilakukan dalam waktu 1×24 jam. Setelah itu, penyidik akan memutuskan Eggi Sudjana ditahan atau tidak.
“Ini kita tunggu setelah 1×24 jam, nanti penyidik bersikap seperti apa,” pungkas Argo.
Eggi diduga melakukan tindak kejahatan terhadap keamanan negara atau makar, dan atau menyiarkan suatu berita atau mengeluarkan pemberitahuan yang dapat menimbulkan keonaran di kalangan masyarakat, dan atau menyiarkan kabar yang tidak pasti atau kabar yang berlebihan atau yang tidak lengkap.
Eggi disangka melanggar Pasal 107 KUHP dan atau 110 KUHP Jo Pasal 87 KUHP dan atau Pasal 14 ayat 1 dan ayat 2 dan atau Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Tentang Peraturan Hukum Pidana.
Bila dilihat pasal per pasal, ancaman hukuman buat Eggi bervariasi. Ia terancam hukuman penjara paling lama 15 tahun melalui Pasal 107 ayat 1 KUHP. Sedangkan berdasarkan Pasal 107 ayat 2, ancaman berupa penjara seumur hidup atau pidana penjara sementara paling lama 20 tahun bila Eggi merupakan pemimpin atau pengatur makar.
Eggi juga berpotensi terancam hukuman setinggi-tingginya 10 tahun bila terbukti menyiarkan berita bohong dengan sengaja menerbitkan keonaran di kalangan rakyat melalui Pasal 14 ayat 1 UU Nomor 1 Tahun 1947 tentang Peraturan Hukum Pidana. Sedangkan Pasal 14 ayat 2 membuat Eggi terancam hukuman penjara setinggi-tingginya tiga tahun bila terbukti menyiarkan berita atau pemberitahuan yang menerbitkan keonaran di kalangan rakyat, sedangkan ia mengetahui berita tersebut bohong.
Sumber: medcom.id