Jakarta, MK – Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, Eko Sandjojo menyampaikan bahwa selama 4 tahun pemerintahan telah dikucurkan dana desa sebesar lebih dari Rp187 trilliun yang merupakan komitmen untuk mengurangi kesenjangan dan kemiskinan terutama di desa-desa.
“Penyerapan dana desa itu terus meningkat. Dari 82% di tahun 2015 meningkat menjadi 97% di tahun 2016. Kemudian meningkat lagi menjadi 98% di tahun lalu di tahun 2017. Peningkatan penyerapan ini menujukkan tata kelolanya di desa-desa lebih baik. Karena kita semua tahu bahwa dana desa dikucurkan dalam 3 tahap, tahap berikutnya tidak bisa dicairkan sebelum laporan hasil auditnya diterima,” ujar Eko.
Keberhasilan dari pengelolaan dana desa, menurut Eko, terletak dari pendampingan. “Kita mempunyai lebih dari atau hampir 40 ribu pendamping desa yang tersebar di seluruh Indonesia yang secara terus-menerus memberikan pendampingan kepada perangkat desa. Pendampingan itu selain oleh pendamping desa juga diberikan kita bekerja sama dengan Kepolisian, Kejaksaan, dan pendamping dari kementerian lainnya di samping dunia usaha dan Perbankan,” tambahnya.
Kemendes PDTT, menurut Eko, juga mengadakan kerja sama dengan forum Perguruan Tinggi untuk Desa (Pertides) yang terdiri dari 100 Universitas dan diketuai oleh Rektor ITB serta wakilnya Rektor Universitas UPN Veteran Surabaya. “Itu setiap tahun kita mengirim 75.000 mahasiswa untuk melakukan KKN Tematik di desa-desa. Itu juga membantu pendampingan dari desa-desa di Indonesia,” kata Menteri Desa PDTT.
Penggunaan dana desa tersebut, menurut Menteri Desa PDTT, untuk membangun lebih dari 1.000 km jalan desa, puluhan ribu PAUD, Polindes, Posyandu, hampir 1 juta unit sarana air bersih di desa-desa, 75 ribu unit MCK. Setelah itu tercukupi, lanjut Eko, desa mulai membangun infrastruktur untuk pemberdayaan ekonomi, seperti jalan, saluran irigasi, pasar, tambatan perahu, PAUD, Bumdes sehingga setelah 3 tahun terjadi pertumbuhan GDP di desa yang cukup signifikan.
Tahun 2014, lanjut Eko, GDP per kapita Indonesia menurut data BPS itu hanya Rp540.000 per bulan, kemudian di tahun 2018 ini sudah di atas Rp800.000 jadi kenaikan hampir 50%. “Jadi kalau ini kita bisa pertahankan, 7 tahun ke depan GDP per kapita Indonesia itu sudah di atas di desa Rp2 juta. Kalau itu terjadi, desa akan mampu meng-contribute 1 Triliun USD GDP, sama dengan GDP Indonesia saat ini,” ujarnya.
Selain mengurangi kemiskinan, menurut Eko, pemberian dana desa juga dapat mengurangi gini rasio. “Gini rasio kita di desa-desa itu turun dari 0,48 jadi 0,39. Kita juga bisa mengurangi angka pengangguran terbuka. Angka pengangguran terbuka di desa itu lebih kecil daripada angka pengangguran terbuka di kota. Jadi kalau di kota itu 5,73% sekarang di desa sudah di level di angka 3, 72%,” tambah Menteri Desa PDTT.
Program Prukades
Dalam kesempatan itu, Menteri Desa juga menyampaikan tentang Program Produk Unggulan Kawasan Perdesaan (Prukades) yang menggabungkan program dari 19 kementerian di kabinet kerja yang mempunyai program di desa yang budget-nya lebih dari Rp500 triliun.
Seperti contoh itu Kabupaten Pandeglang, lanjut Eko, yang hanya 3 jam dari Jakarta program prukadesnya salah satunya jagung menanam jagung 50 ribu hektar dibantu oleh Kementerian Pertanian dikasih bibit, pupuk, traktor gratis untuk kasih insentif ke masyarakat.
“Kementerian PU memberikan 11 jembatan di locus-locus tersebut, Kementerian BUMN melalui Bank BNI membantu kreditur untuk biaya hidup selama 3 bulan dan kita ajak beberapa dunia usaha sebagai offtaker pascapanen. Tahun ini Pandeglang sudah menanam 50 ribu hektar dan tahun ini Pandeglang akan menghasilkan jagung lebih dari 500 ribu ton,” tambah Eko seraya menambahkan kemungkinan Pandeglang mendapatkan pendapatkan Rp1,5 triliun dari penjualan jagung.
Pemerintah, lanjut Eko, ditargetkan menurut RPJM sampai tahun 2019 menurunkan desa tertinggal sebanyak 5.000 dan menaikkan desa berkembang menjadi mandiri itu 2.000. “Tahun ini kita sudah berhasil menurunkan hampir 10 ribu desa desa tertinggal menjadi berkembang, sudah lebih dari 2.000 desa berkembang menjadi mandiri. Jadi target RPJM sudah terlampaui,” ujar Eko.
Model pengembangan desa ini, menurut Eko, diapresiasi oleh negara-negara di dunia pada annual meeting IMF-World Bank kemarin sehingga pembangunan desa-desa di Indonesia ini modelnya akan diikuti oleh World Bank dan VAT untuk negara-negara berkembang lainnya.
“Sekarang World Bank sudah mengirim 6 negara di kita untuk belajar terakhir bulan lalu dari Nigeria itu mengirimkan 23 penggerak desanya untuk belajar pengolahan dana desa di Indonesia. Jadi model ini kenapa bisa massive? Karena dalam model ini kita identify semua stakeholder yang ada di desa mulai dari masyarakat, kepala daerah, dunia usaha, perbankan dan lain sebagainya. Kemudian kita cari moment interest dari bisnis model ini bisa accomodate moment interest dari seluruh stakeholder maka percepatannya bisa massive,” pungkas Eko. (MAY/EN)