TANA TIDUNG, Metrokaltara.com – Langit Tana Tidung tampak cerah pagi itu, namun suasana di lingkungan perkantoran pemerintah terasa berbeda. Obrolan para ASN yang biasanya ringan, kini diselingi tanya, khawatir, bahkan tak sedikit yang hanya bisa saling melempar senyum tipis.
Wajar saja, kabar mengenai pemangkasan Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) untuk ASN mulai berhembus semakin kencang, mengikuti rapat-rapat anggaran yang berlangsung hingga larut malam di akhir tahun 2025.
Pemotongan Transfer ke Daerah (TKD) oleh pemerintah pusat untuk tahun anggaran 2026 membuat banyak pemerintah daerah harus berhitung ulang. Kabupaten Tana Tidung, yang selama ini dikenal memiliki TPP tertinggi di Kalimantan Utara, tidak luput dari imbas kebijakan nasional tersebut. Di tengah tekanan fiskal yang semakin kuat, Pemerintah Kabupaten Tana Tidung akhirnya mengambil langkah yang tidak mudah memangkas sebagian TPP ASN hingga 40 persen yang akan terjadi pada tahun 2026 mendatang.
Keputusan ini diumumkan Bupati Tana Tidung, Ibrahim Ali, dengan nada terbuka namun tetap berusaha menjaga ketenangan para pegawainya. Dalam sebuah pertemuan bersama ASN, ia berdiri di hadapan para pegawai yang menatap penuh campuran harap dan cemas.
“Pemotongan TPP itu hal yang wajar dalam situasi seperti ini. Tapi Alhamdulillah, TPP Kabupaten Tana Tidung masih cukup tinggi dibandingkan daerah lain. Tidak ada kepala daerah yang ingin membuat kebijakan sembarangan,” ucapnya dengan tegas namun lembut.
Ia menjelaskan bahwa keputusan itu tidak lahir dalam semalam. Tim anggaran telah melakukan simulasi demi simulasi, mencari ruang-ruang efisiensi tanpa harus mengorbankan pelayanan kepada masyarakat. Pada akhirnya pilihan yang tersedia semakin sempit.
“Kita harus mengamankan program pelayanan publik. Kepentingan masyarakat harus kita dahulukan,” kata Bupati Ibrahim.
Di luar ruangan, beberapa ASN tampak saling berdiskusi. Ada yang menghela napas panjang, ada yang mencoba menenangkan rekannya. Namun sebagian besar memahami bahwa belakangan ini pemerintah daerah memang sedang melakukan penyesuaian anggaran di banyak sektor.
Dalam penjelasan berikutnya, Bupati Ibrahim Ali menegaskan bahwa meski mengalami pemangkasan, angka TPP di Tana Tidung masih berada pada level yang cukup tinggi.
“Saya sudah sampaikan kepada teman-teman ASN. Meski terpotong, kita masih berada di posisi yang aman. Non eselon saja masih di angka Rp 4,9 juta, sementara eselon III masih sekitar Rp 7 jutaan,” jelasnya.
Baginya, transparansi menjadi kunci. Masyarakat harus tetap mendapatkan pelayanan yang terbaik, sementara ASN sebagai tulang punggung pemerintahan tetap mendapat penghargaan yang layak atas kerja keras mereka.
Pemotongan 40 persen ini bersifat sementara. Kondisi fiskal nasional yang sedang menyesuaikan anggaran menjadi penyebab utamanya.
“Tidak apa-apa, ini kan hanya sementara saja. Ini imbas dari efisiensi nasional. Mudah-mudahan kondisi ini bisa berubah seiring membaiknya APBN,” ujarnya penuh optimisme.
Ia juga mengingatkan bahwa ASN harus tetap berada dalam satu garis kebijakan dengan pemerintah pusat.
“Kita sebagai bawahan harus mengawal kebijakan Bapak Presiden. Karena ini memang kebijakan nasional. Baik Bupati maupun Kepala Daerah wajib mengikuti dan menjalankannya,” tegasnya.
Sementara itu, dari berbagai sudut kantor pemerintahan, terlihat banyak ASN mulai menyesuaikan rencana keuangan keluarga mereka. Ada yang mencoba menghitung ulang pengeluaran bulanan, ada pula yang optimis bahwa kondisi ini hanya fase sementara.
Namun satu hal yang pasti, para ASN memahami bahwa roda pemerintahan harus tetap berjalan. Dalam situasi sulit sekalipun, mereka tetap hadir, membuka buku agenda, menghadiri rapat, dan melayani masyarakat seperti biasa.
Di tengah tantangan fiskal dan perubahan kebijakan nasional, Kabupaten Tana Tidung terus berupaya berdiri tegak. Keputusan pemangkasan TPP mungkin terasa berat, tetapi pemerintah daerah meyakini bahwa kebijakan ini adalah langkah untuk menjaga stabilitas dan memastikan pelayanan masyarakat tidak terabaikan.
Bagi Bupati Ibrahim Ali, tugas utamanya bukan hanya mengambil keputusan, tetapi juga memastikan bahwa setiap langkah dipahami, diterima, dan dijalankan bersama.
Dan pagi itu, meski ada rasa berat di hati banyak ASN, mereka tetap kembali bekerja dengan satu keyakinan: bahwa roda pembangunan tidak boleh berhenti, dan bahwa kondisi ini, seperti halnya badai, suatu saat akan berlalu. (rko)

