Jakarta: Indonesia Police Watch (IPW) menyinggung sejumlah kasus mangkrak yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Salah satunya, kasus dugaan korupsi pengadaan tiga unit quay container crane (QCC) tahun 2010 yang menjerat Direktur Utama PT Pelindo II Richard Joost Lino.
Lino ditetapkan sebagai tersangka sejak Desember 2015 lalu. Namun, kasus ini belum juga tuntas, Lino bahkan belum ditahan.
“Dia sudah 4 tahun jadi tersangka. Dan tidak jelas kasusnya seperti apa. Meskipun ada dugaan korupsi ya enggak boleh dizalimi karena dia punya keluarga juga dan butuh kepastian hukum,” kata Neta di kawasan Cikini, Jakarta Pusat.
Neta juga menyebut KPK melecehkan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI. Dia menuding KPK tidak pernah melapor barang siataan ke BPK.
“Terus hasilnya tidak jelas ke mana. Mobil, gedung dijual tapi tidak pernah dilaporkan ke BPK. Akhirnya dia mendapat predikat Wajar dengan Pengecualian (WDP)” ucap Neta.
Dia mendukung revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang KPK direvisi. Menurutntya, KPK perlu diawasi agar tidak bertindak sesuka hati.
“Perlu revisi UU KPK. Karena enggak ada pengawas di KPK. Mereka tetap harus diawasi,” pungkas dia.
RJ Lino diduga menyalahgunakan wewenangnya saat menjadi Dirut Pelindo II untuk memperkaya diri sendiri, orang lain, dan atau korporasi dengan memerintahkan penunjukkan langsung perusahaan asal Tiongkok, Wuxi Huangdong Heavy Machinery sebagai pelaksana proyek pengadaan tiga unit QCC.
RJ Lino disangka melanggar Pasal 2 ayat (1) dan atau Pasal 3 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. (red/medcom)