Jakarta: Ahli Hukum Pidana, Kapitra Ampera menyebut revisi terhadap Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merupakan sebuah keniscayaan. Penolakan terhadap revisi Undang-Undangtersebut dianggap merupakan perbuatan makar.
Menurut Kapitra, hak legislasi pembuatan Undang-Undang itu ada pada DPR bersama Presiden. Sedangkan, KPK hadir karena Undang-Undang dan harus tunduk pada Undang-Undang tersebut.
“Fenomena penolakan revisi Undang-UndangKPK dapat dikategorikan sebagai perbuatan makar,” kata Kapitra di Jakarta.
Menurut Kapitra, apabila ada kelompok masyarakat yang menilai revisi Undang-UndangKPK bertentangan dengan konstitusi dapat mengajukan konstitusional review ke Mahkamah Konstitusi untuk membatalkan Undang-Undangitu baik untuk keseluruhan atau sebagian. Sementara apabila Undang-Undangitu dianggap bertentangan dengan Undang-Undanglainnya, maka dapat diajukan judicial review ke Mahkamah Agung.
“Itulah jalan konstitusional dan demokratis dalam negara hukum dan demokrasi,” ujarnya.
Ia menambahkan penggalangan massa merupakan bentuk subversif ala now. hal tersebut bisa dianggap preseden buruk yang menciderai hukum dan demokrasi.
“Jadi bukan dengan menggalang people power ketika lembaga/institusi negara menjalankan fungsinya,” ujarnya.
DPR telah sepakat mengambil inisiatif revisi UU KPK. Para wakil rakyat itu telah menyusun draf rancangan revisi UU KPK dan disetujui dalam rapat Baleg. Setidaknya terdapatsembilan poin pokok perubahan dalam revisi UU KPK. (red/medcom)