Jakarta – Indonesian Corruption Watch (ICW) meminta agar Pemerintah Indonesia segera bergerak menangani Aparatur Sipil Negara (ASN) terpidana korupsi yang masih digaji dan belum dipecat.
Berdasarkan temuan ICW, negara menanggung kerugian dana sekitar Rp6,5 miliar sebulan, atau Rp72 miliar dalam satu tahun. Data ini diperoleh dari penelusuran ICW terhadap Badan Kepegawaian Negara (BKN).

“Setidaknya, pemerintah harus membuat sistem informasi terintegrasi terkait ASN yang korupsi. Sistem ini nantinya akan memudahkan pemerintah mengambil keputusan,” kata peneliti dari ICW, Wana Alamsyah, di Jakarta, Sabtu 2 Maret 2019.
Wana mengatakan, sistem buatan pemerintah ini juga nantinya akan membuat masyarakat dapat membantu, terutama bagi para ASN koruptor di daerah-daerah.
“Misal di suatu daerah ada lima ASN yang belum dipecat dan digaji. Lewat sistem informasi ini, masyarakat juga dapat membantu pemerintah untuk menekan penyelesaiannya,” tutur dia.
Jumlah potensi kerugian dana negara akibat para ASN yang korupsi diperkirakan bertambah. Pasalnya, hitungan kerugian itu baru diperkirakan dari gaji pokok, tanpa tunjangan.
“Kita juga mendorong agar pemerintah memiliki justice collaborator. Kalau lihat dari kasus E-KTP, kan ada dua ASN-nya jadi justice collaborator jadi aktor utamanya tertangkap,” ucap Wana.
Selain itu, ucap dia, para ASN terpidana korupsi yang masih digaji dan belum dipecat ini pasti ada jaminan. Maka, justice collaborator bisa menjadi upaya membongkar kasus tersebut.
ICW juga telah mengeluarkan petisi online lewat Charge.org yang mendorong agar pemerintah bergerak cepat menangani kasus ini. Saat ini, terdapat 32 juta orang yang telah menandatangani petisi online tersebut.
Sumber: Medcom.id