TARAKAN, MK – Pada hari Senin (15/3/2019) sekira pukul 14.00 hingga pukul 17.00 wita, kurang lebih seribu Nelayan yang bermukim di Kota Tarakan serta mahasiswa, mengurumuni kawasan Simpang empat GTM untuk melakukan aksi protes terhadap Peraturan menteri (Permen) Kelautan dan Perikanan No.50 tahun 2016 tentang larangan memperdagangkan kepiting bertelur Lobster dan Rajungan.
Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI), Nurhasan mengatakan, pihaknya mengadakan aksi tersebut sebagai aksi permintaan perlakuan khusus untuk ekspor hasil olahan laut.
Hal itu dia ungkapkan di akibatkan karena ribuan masyarakat kota Tarakan yang notabennya nelayan mengaku menderita dengan adanya peraturan tersebut membuat pendapatan para nelayan menjadi turun.
“Tarakan ini kan ikonnya ikonnya hasil olahan laut, dan terutama untuk hasil olahan laut yang ada di Kaltara ini sangat mendukung perekonomian provinsi sebab kita sudah mempunyai pasar internasional,” Ungkapnya
Lanjutnya, adapun kepiting telur yang dilarang untuk diekspor yakni kepiting bertelur, namun ia mengakui jika kepiting bertelur tersebut adalah kepiting murni yang di budidayakandi dalam tambak.
“Tapi, Ibu Menteri Perikanan dan Kelautan mengeluarkan aturan yang sangat membuat kami menderita. Tolong Bapak Presiden dengarkan kesusahan yang sedang kami alami,” kata Nurhasan.
Tambahnya, sudah dalam beberapa tahun silam, para petambak yang ada di Tarakan sudah melakukan pembenihan terhadap kepiting, akan tetapi dalam Permen Perikanan dan Kelautan No.56 tahun 2016 berbunyi kepiting betina yang dalam kondisi bertelur tidak diperbolehkanuntuk di perdagangkan.
“Padahal di dalam Undang-undang ada yang berbunyi apapun hasil dari budidaya boleh untuk diperjual belikan, apalagi untuk diekspor, dan kami sudah ajukan ke beberapa pemerintah baik Kadis dan Dirjen tetapi hasilnya nihil,” Ujarnya.
Meskipun begitu, menurut Nurhasan kepiting bertelur ini adalah sumber utama para nelayan yang ada di Kaltara.
“Harusnya Kaltara diperlakukan khusus, dengan Permen sendiri apakah melalui Keputusan Presiden atau Otonomi Daerah, melalui Peraturan Gubernur,” tutupnya.