PSG Buruk, Masyarakat Diajak Konsumsi Buah dan Sayur

by Metro Kaltara

KESEHATAN MASYARAKAT : Gubernur Kaltara Dr H Irianto Lambrie kala memberikan imunisasi kepada balita, belum lama ini.

TANJUNG SELOR, MK – Pemeirntah Provinsi (Pemprov) Kalimantan Utara (Kaltara), melalui Dinas Kesehatan (Dinkes) terus memantau status gizi pada anak bawah lima tahun (Balita) di wilayah ini. Hal ini untuk mengantisipasi dan mengurangi penderita malnutrisi. Tak hanya itu, peran pemerintah dan masyarakat pun harus beriringan secara bersama-sama aktif menghadapi permasalahan tersebut.
Kepala Dinkes Kaltara Usman mengatakan, masalah gizi buruk termasuk stunting di Kaltara. Dinkes sendiri, telah menyiapkan pemberian makanan tambahan dalam rangka peningkatan status gizi keluarga. Baik itu pemberian makanan bagi balita maupun ibu hamil. “Kemarin sudah kita anggarkan, insya Allah siap untuk dilaksanakan,” katanya saat ditemui di kantornya Jalan Kedondong Tanjung Selor, Rabu (24/1).
Program lainnya untuk mengantisipasi gizi buruk, Dinkes Kaltara juga terus berupaya untuk menyosialisasikan tentang program 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK). HPK merupakan salah satu kebijakan nasional dalam upaya perbaikan gizi masyarakat yang tertuang dalam Undang-Undang (UU) RI Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Di mana, upaya perbaikan gizi ditujukan untuk peningkatan mutu gizi perorangan dan masyarakat. Dalam rangka percepatan perbaikan gizi ditujukan untuk peningkatan mutu gizi perorangan dan masyarakat.
Untuk percepatan perbaikan gizi, pemerintah juga telah mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) RI Nomor 42 Tahun 2013 tentang Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi yang fokus pada 1.000 HPK.
“Gerakan ini mengedepankan upaya bersama antara pemerintah dan masyarakat, melalui penggalangan partisipasi dan kepedulian pemangku kepentingan secara terencana dan terkoordinasi. Program ini langkah yang tepat kalau investasinya bagus, 1.000 HPK akan mendapatkan generasi penerus dengan gizi lebih baik. Disamping itu, dari segi kecerdasannya juga bagus, maka kita akan terus menyosialisasikan program ini,” jelas Usman.
Terkait dengan penanganan gizi di Kaltara, Usman menerangkan, Dinkes Kaltara terus melakukan pemantauan. Dikatakan, pemerintah melalui Menteri Kesehatan (Menkes) Nila Farid Moeloek telah mengeluarkan imbauan, bahwa Pemantauan Status Gizi (PSG) penduduk secara rutin merupakan bentuk komitmen untuk menjaga akuntabilitas pelaksanaan program, melalui penyediaan data dan informasi berbasis bukti dan spesifik wilayah untuk daerah dan pusat.
Untuk itu, sejak 2014 telah dilaksanakan PSG yang bermanfaat sebagai sumber informasi yang cepat, akurat, teratur dan berkelanjutan yang dapat digunakan untuk perencanaan, penentuan kebijakan dan monitoring serta pengambilan tindakan intervensi. “Kami juga sudah menyampaikan ke kabupaten/kota agar terus memantau. Jika mendapatkan gizi buruk, harus segera ditangani,” urainya.
Ditambahkan, berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 di Indonesia diketahui bahwa prevalensi balita stunting dan kurus masih tinggi, yaitu balita stunting sebanyak 37,2 persen dan balita kurus 12,1 persen. Selain itu, prevalensi Ibu hamil risiko Kurang Energi Kronis (KEK) juga masih tinggi 24,2 persen.
Gambaran prevalensi status gizi balita diperoleh dari hasil Riskesdas yang menjadi salah satu dasar untuk menetapkan kebijakan berbasis bukti hanya dilakukan 3 sampai 5 tahun sekali. Hasil yang berhasil dipotret adalah prevalensi gizi kurang atau kekurangan gizi (underweight) pada anak usia balita serta prevalensi pendek dan stunting pada anak usia di bawah dua tahun (Baduta). “Pemantauan kasus gizi di Kaltara memang hampir sama dengan rata-rata nasional. Untuk stunting dan balita sekitar 30 persen. Jadi, sebenarnya persoalan gizi ini merupakan persoalan kita bersama,” sebut Usman.
Dalam rangka mengatasi permasalahan gizi tersebut, maka salah satu prioritas pembangunan kesehatan Indonesia dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 adalah perbaikan gizi, khususnya stunting. Stunting terjadi karena kekurangan gizi kronis yang disebabkan oleh kemiskinan dan pola asuh tidak tepat, yang mengakibatkan kegagalan pertumbuhan, kemampuan kognitif tidak berkembang maksimal, mudah sakit dan berdaya saing rendah, sehingga bisa terjebak dalam kemiskinan.
Maka itu, ia mengimbau untuk memperoleh informasi situasi status gizi dan capaian kegiatan pembinaan gizi di kabupaten/kota secara cepat, akurat, teratur dan berkelanjutan, perlu dilaksanakan PSG secara periodik dan berkesinambungan. “PSG dapat dijadikan bahan pengembangan keputusan dan rencana kegiatan pembinaan gizi di kabupaten dan kota,” katanya.
Oleh karena itu, perlu dukungan seluruh masyarakat dan diharapkan dapat bekerja bersama secara terintegrasi untuk mencegah gizi buruk dan stunting, dengan fokus pada 1.000 HPK. “Kita terus mengupayakan untuk menyosialisasikan perubahan perilaku masyarakat terkait dengan gizi. Khususnya petugas kesehatan, untuk terus memantau. Serta diharapkan masyarakat untuk mengonsumsi makanan yang bergizi. Kasus gizi ini karena pola asupan yang kurang, ya kita mengimbau agar masyarakat mengonsumsi buah dan sayur,” tuntasnya.(humas)

//GRAFIS
DATA PSG KALTARA TAHUN 2016
1. KABUPATEN BULUNGAN
– Prevalensi Balita Pendek : 30,7 persen
– Prevalensi Balita Kurang Gizi : 19,1 persen
– Prevalensi Balita Kurus : 10,8 persen

  1. KABUPATEN MALINAU

– Prevalensi Balita Pendek : 30,5 persen
– Prevalensi Balita Kurang Gizi : 17,8 persen
– Prevalensi Balita Kurus : 11,5 persen

  1. KABUPATEN NUNUKAN

– Prevalensi Balita Pendek : 33,3 persen
– Prevalensi Balita Kurang Gizi : 22,4 persen
– Prevalensi Balita Kurus : 11,9 persen

  1. KABUPATEN TANA TIDUNG

– Prevalensi Balita Pendek : 32,6 persen
– Prevalensi Balita Kurang Gizi : 24,3 persen
– Prevalensi Balita Kurus : 8,9 persen

  1. KOTA TARAKAN

– Prevalensi Balita Pendek : 30,9 persen
– Prevalensi Balita Kurang Gizi : 13,3 persen
– Prevalensi Balita Kurus : 4,6 persen

  1. PROVINSI KALTARA

– Prevalensi Balita Pendek : 31,6 persen
– Prevalensi Balita Kurang Gizi : 19,4 persen
– Prevalensi Balita Kurus : 9,5 persen

SUMBER : DINAS KESEHATAN KALTARA, 2018

Related Articles

Bagaimana Tanggapan Anda?....

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.