Kepala Departemen Politik dan Sosial CSIS Arya Fernandes.
Jakarta, MK – Center for Strategic and International Studies (CSIS) mengatakan pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) dari DKI Jakarta ke Kalimantan Timur memiliki empat implikasi. Pertama, terkait ambang batas perolehan suara dalam pemilihan kepala daerah (pilkada).
Selama ini, ambang batas perolehan suara dalam pilkada diatur dalam Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta. Pasal 11 Undang-Undang (UU) Pemprov DKI Jakarta menyebut ambang batasnya ialah 50 persen lebih suara.
“Sebanyak 56,5 persen ahli berpandangan pasal tersebut harus direvisi,” papar Kepala Departemen Politik dan Sosial CSIS Arya Fernandes dalam telekonferensi di Jakarta, Senin, 6 Juni 2022.
Arya menyebut 42,9 persen ahli menyatakan tidak setuju pasal tersebut direvisi. Sedangkan, sisanya tidak tahu atau tidak menjawab. “Sehingga pandangan ahli cukup terbelah soal implikasi ini,” ujar dia.
Implikasi kedua, level otonomi DKI Jakarta yang berada di tingkat provinsi. Padahal, UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah menyebut pemerintahan daerah ada di level kabupaten/kota.
“Sebesar 77,6 persen ahli berpendapat level otonomi daerah di Jakarta sebaiknya tetap di provinsi,” jelas Arya.
Arya menuturkan 21,8 persen ahli menilai level otonomi daerah sebaiknya di tingkat kabupaten/kota. Sedangkan, sisanya tidak tahu atau tidak menjawab.
Implikasi ketiga, metode pemilihan wali kota/bupati di Jakarta setelah tidak lagi menyandang status ibu kota. Selama ini, wali kota/bupati di DKI Jakarta diangkat oleh gubernur atas pertimbangan DPRD DKI Jakarta.
“54,7 persen responden ahli menyatakan sebaiknya metode pemilihan wali kota/bupati tetap sama,” ungkap Arya.
Menariknya, kata Arya, 44,7 persen ahli berpendapat wali kota dan bupati dipilih langsung oleh warga Jakarta. Pemilihan dilakukan melalui mekanisme pilkada.
Implikasi terakhir ialah soal daerah pemilihan luar negeri. Pasalnya, selama ini dapil luar negeri mengikuti aturan IKN.
“Sebanyak 64,1 persen ahli mendukung sebaiknya dapil luar negeri di ibu kota negara baru,” tutur Arya.
Arya mengatakan hanya 30 persen ahli yang berpendapat dapil luar negeri tetap di DKI Jakarta. Khususnya, menjadi bagian dapil Jakarta Selatan dan Jakarta Pusat.
CSIS menilai sederet implikasi ini perlu mendapatkan perhatian DPR. Khususnya, dalam melakukan revisi Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta.
Survei dilakukan terhadap 170 responden sejak 28 Maret sampai 12 April 2022. Sampel penelitian ini adalah kelompok ahli dari beragam profesi yang dipandang memiliki keahlian dan pengetahuan terkait tema penelitian.
Wawancara dilakukan secara tatap muka dan virtual menggunakan Zoom atau Google Meet. Sebanyak 110 responden diwawancara tatap muka dan 60 responden diwawancara secara virtual.
(AGA/medcom)