TANJUNG SELOR, MK – Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kalimantan Utara (Kaltara) melalui Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) telah mengusulkan sertifikasi pada 13.060 hektare lahan tambak untuk 1.516 petak di Bulungan dan Kota Tarakan ke Badan Pertanahan Nasional (BPN). Dalam realisasinya, baru di Kabupaten Bulungan yang sudah sampai pada tahap pendataan K1 (potensi terbit sertifikat).
Kepala DKP Kaltara Syahrullah Mursalim mengatakan, selain 13.060 hektare lahan tambak di Tarakan dan Bulungan yang sudah diusulkan sebelumnya, pada 2020 ini kembali diusulkan sebanyak 139 petak lahan tambak tersebut berada di Kabupaten Tana Tidung dan Nunukan. Dengan luasan kurang lebih 1.369 hektare.
Dikatakan Syahrullah, dari laporan BPN, belum diterbitkannya sertifikat lahan tambak, karena masih ada terkendala pada masalah beberapa dokumen yang harus diserahkan secara kolektif kepada BPN. Sesuai arahan pak gubernur, kita seriusi program sertifikasi lahan tambak ini. Kita juga terus lakukan koordinasi dengan BPN. Karena untuk penerbitan sertifikat di BPN. Yang jelas kita akan terus kawal, hingga penerbitan sertifikat lahan tambak masyarakat, ujarnya.
Menurut Syahrul, sertifikasi lahan tambak merupakan arahan langsung dari Gubernur. Karena dinilai sangat penting. Dengan adanya sertifikat, pemilik lahan mendapat kekuatan hukum atas kepemilikan hak atas tanah.
“Pemprov Kaltara, melalui DKP terus melakukan pendataan by name by address lahan tambak yang tersebar di Kabupaten Bulungan, Nunukan, Tana Tidung dan Kota Tarakan,” kata Syahrullah, Minggu (18/10).
Dirinya mengatakan, DKP Kaltara memfasilitasi penerbitan sertfikat lahan tambak itu hingga ke BPN Bulungan. Syahrullah juga menegaskan, bahwa untuk pengurusan sertifikat ini tidak dipungut biaya alias gratis.
Dikatakan, program sertifikasi lahan tambak memiliki manfaat untuk memberikan kekuatan hukum atas kepemilikan hak atas tanah, memfasilitasi penyediaan aset yang dapat digunakan sebagai jaminan untuk memperoleh modal usaha dan meningkatkan kepastian dan keberlangsungan usaha penerima manfaat. Sedangkan untuk pemerintah sendiri dengan adanya sertifikasi lahan tambak, akan memberikan potensi untuk memperoleh Pendapatan Asli Daerah. Yaitu melalui pembayaran PBB. Di mana PBB, sesuai kewenangan nantinya dipungut oleh Pemerintah Kabupaten/Kota.
Dengan lahan yang sudah tersertifikasi, maka pembudidaya bisa menggarap tambaknya dengan rasa yang lebih aman dan nyaman. Selain itu, menurut Kepala DKP Kaltara, sertifikat tambak tersebut juga bisa jadi modal agunan jika ingin melakukan pengembangan modal usaha.
Sejauh ini, lanjut Syahrullah, masih ada kendala yaitu data lahan yang diajukan untuk sertifikasi yang masih rendah. Respons pemilik lahan di empat daerah tersebut masih kurang, padahal program tersebut dinilai sangat bermanfaat bagi mereka.
“Kita terus sosialisasikan kepada masyarakat, terutama pemilik tambak. Karena ini juga untuk kepentingan mereka sendiri. Manfaatnya untuk masyarakat. Kita dari Pemprov Kaltara hanya membantu memfasilitasi dan mendampingi. Untuk itu kami berharap pemilik lahan agar lebih pro aktif, ujarnya.
Syahrullah menyebutkan, data lahan yang diajukan untuk sertifikasi, masih kecil. Untuk Bulungan terdata 27,33 persen. Diharapkan keaktifan dari pemilik lahan tambak ini, untuk sama-sama diidentifikasi lahan tambaknya. Di Tarakan, baru 15,73 persen. Kemudian di Tana Tidung dan Nunukan, masing-masing 4,0 persen dan 6,67 persen.
Ditanya terkait prioritas yang dapat disertifikasi, Kepala Badan Pertanahan (BPN) Bulungan Wahyu Setyoko mengatakan, hanya lahan yang masuk di areal penggunaan lain (APL) yang menjadi kewenangan BPN.
Kita prioritaskan yang APL, karena Hutan Produksi dan Hutan Produksi Konversi ini memerlukan izin pelepasan, dalam hal ini Kementerian Kehutanan. Jadi harapannya, kalau dalam hal sertifikasi untuk legalisasi aset dari petambak harus punya legalitas. Khususnya untuk yang areal penggunaan lain tadi, ujar Wahyu singkat.
Berkaitan dengan pengalihan fungsi lahan dari hutan produksi dan hoten produksi konversi ke APL, sejauh ini Pemprov melalui Gubernur langsung telah mengusulkan ke Kementarian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Hingga saat ini masih dalam proses pengalihan.
Sebagai informasi, program ini dimulai pada 2018, pasca kunjungan kerja Presiden Joko Widodo ke Bulungan, Oktober Tahun 2017.(humas)