Foto: Ilustrasi
BULUNGAN, MK – Kasus penganiayaan dan pengeroyokan yang dialami salah satu pengusaha percetakan di Bulungan menjadi perhatian publik, bukan karena kasusnya, akan tetapi tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) dan vonis putusan Hakim Pengadilan Negeri Tanjung Selor membuat warga tercengang.
Pasalnya, pelaku penganiayaan dan pengeroyokan berinisial HA dan NN terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan tindak pidana penganiayaan dan pengeroyokan terhadap korban AM di rumahnya, hanya dituntut pidana satu bulan lima belas hari oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dan divonis hakim pengadilan negeri Tanjung Selor Satu Bulan Sepuluh Hari.
Penasehat Hukum korban Padly, S.H. Bereaksi atas tuntutan JPU tersebut, Padly mengaku berdasarkan alat bukti dan keterangan saksi serta hasil visum yang dikeluarkan Biddokkes Polda Kaltara meyakini dan berekspektasi tinggi terhadap perkara tersebut.
“Ekspektasi kita sangat tinggi terhadap perkara ini jelas melanggar pasal 351, Juncto pasal 170 dan penyertaan pasal 55, kejadian ini salah satu bentuk aksi premanisme dimana dalam menyelesaikan permasalahan tidak sesuai hukum dengan mengakibatkan luka dan trauma terhadap korban dan keluarganya”, terang Padly kepada awak media, Sabtu 30/11.
Padly mengaku sangat prihatin terhadap tuntutan JPU yang dinilai sangat ringan, mengingat penganiayaan dan pengeroyokan yang dilakukan pelaku berdampak luas terhadap korban dan keluarganya.
“Saya tidak menganulir seperti apa tuntutan ini karena tidak memiliki indikasi maupun fakta namun tuntutan ini sangat mengganggu rasa keadilan kita”, akunya.
Menurut Padly, dirinya tidak akan mengomentari terlalu jauh apa yang menjadi pertimbangan tuntutan JPU kerena itu kewenangan internal Kejaksaan sendiri.
“Namun, pelapor atau korban mempunyai hak untuk mempercayakan rasa keadilannya kepada Kejaksaan, tapi pada akhirnya rasa keadilan yang diharapkan dengan tuntutan segitu saya kira masih jauh dari rasa keadilan”, ungkapnya.
Padly menjelaskan, pihaknya tidak dalam posisi menuduh adanya indikasi apapun dalam perkara ini. Namun, dirinya akan mempertimbangkan mengambil langkah hukum yang akan diambil kemudian, salah satunya meminta pertimbangan perlindungan saksi dan korban, serta meminta pengawasan internal Kejaksaan terhadap perkara ini.
Sementara itu, korban penganiayaan dan pengeroyokan, Amir mengaku trauma dan takut serta merasa tidak aman mengingat pelaku sebelumnya sering melakukan teror terhadap dirinya dan keluarganya.
“Saya merasa tidak aman, karena orang yang kita laporan datang melakukan pemukulan secara langsung di dalam rumah masih melakukan teror dan mengirim preman untuk mengintimidasi, secara psikologis saya dan keluarga sangat terganggu”, ungkapnya.
Amir berharap ke depan sistem peradilan di Indonesia benar-benar bisa di tegakkan secara adil. (fy/red)