Bakar Hutan, Didenda Rp 10 Miliar dan Penjara 15 Tahun

by Muhammad Aras
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Kaltara, Kombes Pol Partomo Iriananto

TANJUNG SELOR, MK – Kebakaran hutan yang terjadi di Nunukan beberapa waktu lalu menjadi atensi Kepolisian Daerah (Polda) Kalimantan Utara (Kaltara). Peristiwa tersebut bukan hanya menjadi perhatian didaerah melainkan secara nasional, sehingga perlu penangan secepat mungkin.

“Karhutla ini menjadi perhatian besar pemerintah. Kita sudah mendapatkan atensi dari pimpinan untuk mencegahnya,” ujar Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Kaltara, Kombes Pol Partomo Iriananto kepada Metro Kaltara, Rabu (27/2).

Menurutnya, berbica masalah Karhutla bukan tentang luasan saja, tapi dampak yang ditimbulkan terhadap lingkungan. Imbasnya adalah terjadi  kabut asap serta menyebabkan gangguan terhadap kesehatan, sosial, ekonomi, penerbangan, ekosistem dan pencemaran lingkungan.

“Hutan adalah paru-paru dunia, sehingga ini menjadi tuntutan dunia untuk dicegah,” ucapnya.

Untuk Kaltara sendiri, kata dia,  memiliki potensi kebakaran yang bisa terjadi. Ini disebabkan karena di Kaltara banyak ditemui sumber daya alam berupa perkebunan, pertambangan dan pembangunan perumahan. Sehingga akan banyak hutan yang akan dihilangkan dengan cara di bakar.

“Dampaknya ba banyak hutan yang dibakar dan itu tidak benar, yang benar adalah dengan land clearing, bukan  dibakar,” jelasnya.

Untuk mencegah kebakaran meluas, pihaknya akan memberikan sosialisasi kepada masyarakat baik perseorangan maupun kepada perusahaan tentang bagaimana membuka lahan yang baik. Disamping itu, langkah pidana sendiri akan dilakukan jika sosialisasi dan pencegahan tidak diindahkan. Saat ini, lanjutnya, baru Kota Tarakan dan Nunukan yang kerap terjadi pembakaran hutan. Bahkan, Polda Kaltara telah menginstruksikan jajaran Polres mencari pelaku pembakaran untuk diproses secara hukum.

“Kalau di Nunukan kurang lebih 4 hektare yang terbakar lahan pertanian dan perkebunan. Saya sudah perintahkan Kasat Reskrim berikan tindakan tegas kepada pelakunya. Tidak menutup kemungkinan itu ada unsur kesengajaan,” imbuhnya.

Kata dia para pelaku dapat di jerat dengan Undang-undang Nomor 41 Tahun 1991 tentang Kehutanan. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Dan Undang-undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan serta Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).

“Sudah jelas untuk hukuman dan dendanya. Penjara paling lama 15 tahunan dan denda Rp 10 miliar,” pungkasnya. (as)

Related Articles

Bagaimana Tanggapan Anda?....

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.