Disarankan Merubah Izin dari Usaha Sosial, Menjadi Niaga
TANJUNG SELOR, MK – Keinginan masyarakat di perbatasan Kalimantan Utara (Kaltara) untuk mendapatkan pelayanan dari pesawat Mission Aviation Fellowship (MAF), akhirnya terpenuhi. Usaha Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kalimantan Utara (Kaltara) bersama Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kaltara dan para tokoh masyarakat, yang mengupayakan agar layanan penerbangan MAF terus berlanjut, membuahkan hasil.
Lima tuntutan yang disampaikan pada aksi damai serentak di 4 kabupaten dan kota di Kaltara, Senin (27/11) lalu, dapat diakomodir oleh Kementerian Perhubungan (Kemenhub), setelah rombongan dari Kaltara beraudiensi dengan pihak Kemenhub di Jakarta, Selasa (28/11).
Gubernur Kaltara Dr H Irianto Lambrie mengungkapkan, menyikapi persoalan MAF, menyusul adanya pembekuan izin operasional MAF berdasar Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KP 467 Tahun 2017, dirinya telah memerintahkan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait, dalam hal ini Dinas Perhubungan (Dishub) untuk segera melakukan upaya nyata.
Ditambah lagi dengan desakan masyarakat, utamanya warga di wilayah perbatasan yang menginginkan agar pesawat MAF bisa beroperasi kembali melayani masyarakat. “Komunikasi aktif dengan kementerian sudah dilakukan sejak awal. Mulai ada surat mengenai tidak diperpanjangnya izin operasional MAF, hingga akhirnya, tadi bersama dengan DPRD dan para tokoh masyarakat, serta Dishub melakukan pertemuan dengan pihak Kemenhub,” ungkap Irianto.
Sebagaimana dilaporkan oleh Kepala Dishub Kaltara Taupan Madjid, kata Gubernur, keinginan masyarakat, akhirnya direspons positif oleh pihak Kemenhub. “Rapat tersebut dipimpin langsung oleh Sekjen Kemenhub, dengan didampingi Direktur Angkutan Udara Kemenhub,” ujar Irianto setelah mendapat lapotan dari Kepala Dishub Kaltara.
Berdasar hasil pertemuan yang dilangsungkan di Kantor Kemenhub tersebut, kata Gubernur, meski izin operasional MAF sesuai Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KP 59 Tahun 2016 tidak dapat diperpanjang, namun pihak Kemenhub tidak mencabut izin kegiatan penerbangan sosial MAF. “Dalam arti, MAF tetap dapat beroperasi sesuai izin misi sosial, tanpa memungut biaya dari penumpang,” ungkap Gubernur lagi.
Solusi lainnya, lanjut Irianto, dari Kemenhub melalui Sekjen Kemenhub Sugihardjo menyarankan, dengan pola pemberian donasi melalui lembaga adat atau pihak gereja. Dengan cara mensubsidi sebagian ongkos angkut. “Artinya, ongkos angkut ditanggung oleh masyarakat melalui gereja yang menyalurkan kepada MAF untuk digunakan separuh dari total biaya operasional,” urainya.
Ditambahkan, pihak Kemenhub juga telah memerintahkan kepada MAF untuk merubah izin dari usaha sosial, menjadi usaha niaga. Hal ini dimaksudkan untuk memudahkan MAF dalam menjalin kerja sama dengan pemerintah. Sehingga dapat mengusulkan Subsidi Ongkos Angkut (SOA) penumpang. “Saran lainnya, dari Kemenhub meminta kita untuk dapat mengajukan rute perintis melalui Kemenhub, yang nantinya ditetapkan sebagai bandara perintis 2018 di Kaltara. Ini akan segera ditindaklanjuti,” ucap Irianto.
Seperti diketahui, sebelumnya Direktorat Jenderal (Ditjen) Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan membekukan izin operasional MAF. Pembekuan izin maskapai penerbangan non komersial milik lembaga misionaris asing itu diketahui habis masa operasionalnya.
Pembekuan izin operasional didasarkan oleh Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KP 467 Tahun 2017, sebagaimana izin terakhir yang diberikan untuk mengangkut penumpang umum dan barang dengan memungut biaya mempunyai jangka waktu 6 bulan, yaitu terhitung dari 8 Mei hingga 8 November 2017.
Tidak beroperasionalnya MAF sejak awal bulan lalu, menimbulkan gejolak di tengah masyarakat. Utamanya, bagi warga Kaltara di wilayah perbatasan RI-Malaysia. Warga sangat berharap pesawat MAF kembali beroperasi, karena menjadi satu-satunya sarana transportasi bagi mereka. Apalagi untuk kondisi darurat, seperti mengangkut orang sakit dan lainnya.
Puncaknya, Senin (27/11) warga melakukan aksi unjuk rasa di sejumlah tempat. Yaitu di Nunukan, Malinau, Tarakan dan di ibukota provinsi di Tanjung Selor. Termasuk Krayan, Nunukan. Ada 5 tuntutan disampaikan warga dalam aksi tersebut.
Pertama, mereka meminta Menhub mencabut Kepmenhub Nomor 467 Tahun 2017. Keputusan ini dianggap menambah penderitaan masyarakat perbatasan dan pedalaman khususnya di sektor transportasi. Kedua, masyarakat menuntut kehadiran negara untuk mengatasi masalah, bukan menambah masalah. Ketiga, masyarakat perbatasan dan pedalaman meminta perlakuan adil dari pemerintah. Keempat, mendesak Menhub agar segera menerbitkan izin terbang MAF. Sebab subsidi penerbangan yang dialokasikan pemerintah bagi masyarakat perbatasan belum melayani masyarakat pedalaman dan perbatasan secara merata. Dan kelima, masyarakat juga mendesak Menhub meninjau dan memberlakukan kembali KP Nomor 59 Tahun 2016 sampai pemerintah menyediakan pelayanan sosial dan kemanusiaan yang maksimal di pedalaman dan perbatasan Kaltara. (humas)