Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tak gentar menghadapi tersangka suap proyek Meikarta, Bartholomeus Toto. Bahkan ketika Toto meminta perlindungan Presiden Joko Widodo.
“Silakan saja meminta perlindungan pada siapapun. KPK tetap akan fokus pada fakta hukum dan proses pembuktiannya saja,” kata Febri di Kantor KPK, Senin, 9 Desember 2019.
Menurutnya, terkait dengan dugaan pemberian suap Toto, sudah cukup banyak fakta yang muncul di persidangan. Sehingga penetapan Toto sebagai tersangka bukan sesuatu yang tiba-tiba, melainkan dari proses pengembangan.
“Kalau soal bantahan, tersangka korupsi hampir selalu menyangkal perbuatan yang dilakukan. Bantahan atau sangkalan tersebut tentu akan lebih baik disampaikan di sidang nanti dan diuji secara terbuka,” kata Febri.
Dia mengimbau Toto tak fokus pada penyangkalan. Eks Presdir Lippo Cikarang itu diminta membuka seterang-terangnya proses suap dan rasuah terkait Meikarta.
“Justru jika tersangka memiliki informasi tentang peran pihak lain yang lebih besar, dapat membukanya di proses pemeriksaan ataupun mengajukan diri sebagai JC. meskipun tentu tetap harus dilihat apakah syaratnya terpenuhi atau tidak,” kata Febri.
Sebelumnya, Toto meminta perlindungan Presiden Joko Widodo.
“Saya sebagai anak bangsa, saya memohon perlindungan Pak Jokowi terhadap kesewenang-wenangan yang saya alami,” kata Toto, Jumat, 6 Desember 2019.
Dia menuding KPK zalim terhadap dirinya, dan meminta Ketua KPK 2019-2023 Firli Bahuri akan lebih bijak memimpin. Tidak mengulangi gaya kepemimpinan Agus Rahardjo Cs yang dianggap sewenang-wenang.
“Sehingga tak ada lagi rekayasa-rekayasa yang seperti saya alami saat ini,” kata Toto.
KPK telah menetapkan Toto sebagai tersangka izin proyek pembangunan Meikarta sejak 29 Juli 2019. Toto memang sejak awal membantah memberikan Rp10,5 miliar untuk izin pembangunan kawasan Meikarta, kepada Bupati Bekasi ketika itu, Neneng Hassanah Yasin.
KPK telah menetapkan 11 tersangka dalam kasus dugaan suap pada proyek Meikarta. KPK juga menetapkan tersangka baru dalam kasus ini, yakni Sekretaris Daerah Jawa Barat, Iwa Karniwa.
Iwa diduga menerima Rp900 juta untuk memuluskan Peraturan Daerah tentang Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kabupaten Bekasi tahun anggaran 2017. Sedangkan, Toto merupakan pihak yang ditugaskan Lippo Karawaci untuk ‘menyelesaikan’ izin pembangunan Meikarta dari Neneng Hasanah.
Toto disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat (1) dan Pasal 55 ayat (1) ke-1.
Sedangkan Iwa disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (medcom)