TANJUNG SELOR, MK – Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kalimantan Utara (Kaltara) menyatakan tetap konsisten dan optimis membangun daerah Terluar, Terdepan, Tertinggal (3T). Hal itu sejalan dengan cita-cita daerah ini sejak 2012 lalu, yang kini diperjuangkan dan dilanjutkan Gubernur Kaltara saat ini.

Gubernur Kaltara, DR. (H.C). H. Zainal A Paliwang, M.Hum, menyampaikan Pemprov Kaltara dalam masa kepemimpinannya bersungguh-sungguh untuk membangun Kaltara, dan terus berupaya terhadap percepatan pembangunan di kawasan perbatasan bisa dilakukan selama masa kepemimpinannya.

Tekad percepatan pembangunan wilayah 3T tersebut sempat terhambat di awal-awal kepemimpinannya sebagai Gubernur Kaltara, lantaran adanya pandemi Covid-19. Meluasnya pandemi Covid-19 tersebut, berpengaruh langsung dengan anggaran, yang mana Pemprov Kaltara harus mengikuti kebijakan Pemerintah Pusat dalam penanganan pandemi dengan pengalihan anggaran.

Mengenai hal itu, anggaran yang telah dialokasikan untuk membangun kawasan perbatasan harus disesuaikan. Semangat membangun wilayah 3T oleh Gubernur Kaltara dilakukan dengan melakukan kunjungan langsung ke wilayah-wilayah 3T. Di antaranya melakukan perjalanan darat dengan mengendarai motor dalam kunjungan kerja ke Krayan, beberapa waktu lalu.

Kegiatan monitoring ini dilakukan untuk melihat langsung pembangunan di kawasan perbatasan, menginventarisasi persoalan di lapangan, memantau progress pembangunan serta mendengar aspirasi masyarakat di kawasan perbatasan secara langsung.

Tak sampai di situ, Gubernur Kaltara dalam hal ini juga kerap mendorong Organisasi Perangkat Daerah (OPD) untuk melakukan koordinasi dan jemput bola ke Pemerintah Pusat dalam hal pembangunan wilayah perbatasan Kaltara.

“Persoalan di perbatasan itu sangat kompleks sehingga diperlukan sinergitas antara Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten dalam membangun kawasan perbatasan Kaltara. Sehingga harapan menjadikan Kaltara yang berubah, maju dan sejahtera dapat dicapai bersama seluruh lapisan masyarakat di Kaltara,” terangnya.

Menangani persoalan pembangunan wilayah perbatasan, disebutkan Gubernur, dilakukan dengan cara membuat program-program pembangunan di daerah perbatasan.

Mengenai hal itu, Kepala Badan Pengelola Perbatasan Daerah (BPPD) Kaltara, Ferdy Manurun Tanduklangi, SE.,M. menyampaikan sejak 2015 hingga 2023 Pemprov Kaltara telah mengucurkan anggaran pembangunan sebesar 932,85 miliar. Anggaran tersebut terbagi ke dalam beberapa sektor, yaitu sektor pembangunan jalan dan jembatan sebesar 601,40 miliar, Pembangunan Bangunan Gedung Strategis 44,25 miliar, Subsidi Ongkos Angkut 115,51 miliar, sektor Pendidikan 76,38 miliar, Pertanian 40,67 miliar, kelautan dan perikanan 24,44 miliar, sektor perhubungan 21,69 miliar dan sektor permukiman 8,62 miliar.

Terkait pengelolaan anggaran tersebut, menurut pria yang biasa disapa Ferdy ini menjelaskan BPPD Kaltara tidak memiliki kewenangan dan fungsi teknis untuk melakukan pembangunan fisik. Namun begitu, pihaknya memiliki tupoksi perencanaan, koordinasi monitoring serta evaluasi kegiatan pembangunan di kawasan perbatasan.

“Anggaran Pembangunan yang dimaksud dikelola oleh 22 OPD Pemprov Kaltara. Sektor yang paling banyak mendapatkan porsi anggaran adalah pembangunan jalan dan jembatan kemudian Subsidi Ongkos Angkut, sektor Pendidikan dan selanjutnya Pembangunan bangunan gedung. Hal ini menunjukkan bahwa Pemerintah Provinsi Kaltara berusaha dengan sungguh-sungguh membangun daerah perbatasan dengan harapan Kawasan perbatasan Kaltara bisa maju dan sejajar dengan kawasan perbatasan di provinsi lainnya,” paparnya.

Ia juga menyampaikan adanya tujuh persoalan pokok di wilayah perbatasan Kaltara. Yakni, wilayah terisolasi karena tidak adanya jalan, keterbatasan ketersediaan listrik, keterbatasan ketersediaan telekomunikasi, masih rendahnya perekonomian masyarakat, sarana dan prasarana pendidikan belum maksimal, sarana dan prasarana kesehatan masih terbatas, dan keterbatasan ketersediaan air bersih.

“Dari tujuh persoalan utama tersebut yang menjadi episentrum daripada persoalan yang ada, adalah isolasi karena tidak ada jalan. Adanya isolasi ini mengakibatkan sulitnya perputaran ekonomi masyarakat, barang-barang kebutuhan pokok yang langka dan mahal. Hal ini dapat dibuktikan dengan masih banyak masyarakat di kawasan perbatasan yang berbelanja ke Malaysia dikarenakan sulitnya suplai barang dari kota ke kawasan perbatasan,” pungkasnya. (**)