Polisi di Kaltara Jangan Diam Soal Money Politic!!!

by Setiadi
Pengacara kondang Andi Syafrani, SH, MCCL kala beraksi di Mahkamah Konstitusi dan memenangkan sejumlah perkara Pilkada di beberapa daerah.

Pengacara kondang Andi Syafrani, SH, MCCL kala beraksi di Mahkamah Konstitusi dan memenangkan sejumlah perkara Pilkada di beberapa daerah.

Tarakan, MK – Perkara pelanggaran Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak tahun ini akan mengacu pada dua regulasi yakni Undang-Undang (UU) dan KUHP. Karena itu, kini polisi khususnya Polres se Kaltara dituntut proaktif dalam penindakan money politic atau politik uang.

“Ini persoalan dalam penegakan hukum politik uang karena saat ini UU Nomor 01 dan 08 Tahun 2015 tidak mengatur secara eksplisit tentang delik ini. Akibatnya, kepolisian bisa menindak persoalan money politic secara sendiri tanpa menunggu adanya laporan Panwaslu hingga Bawaslu,” ujar Dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta andi Syafrani kepada Metro Kaltara, belum lama ini.

Apa dasar penindakan money politic oleh kepolisian? Semua sudah diatur dalam Pasal 149 KUHP sebagai pidana umum. “Tetapi kepolisian masih menganggap money politic sebagai bagian dari pidana khusus pemilihan sehingga banyak pelanggaran ini tidak diterima ketika dilaporkan ke kepolisian. Padahal jelas dalam Pasal 148 KUHP polisi bisa menindaknya sebagai pidana umum,” tegasnya.

Pegiat hukum Pemilu ini mengungkapkan dampak perubahan sistem Pilkada melalui UU Nomor 01 dan 08 Tahun 2015 membawa atmosfir perbahan pola pemilihan secara dramatis. “Hampir semua penyelenggara dan tim kampanye mengetahui perubahan-perubahan ini,” beber advokat yang pernah memenangkan perkara pelapor di Pemilihan Gubernur Sumatera Selatan.

Dengan ketentuan tersebut, para pelanggar akan dikenai pasal-pasal dalam KUHP. Politik uang dijerat pasal 149 KUHP tentang penyuapan dalam pemilihan dengan ancaman hukuman sembilan bulan penjara. Pelaku penggelembungan suara dikenai pasal 263 KUHP tentang pemalsuan surat. Ancaman hukumannya enam tahun penjara.

Khusus untuk penggelembungan suara, hal itu pernah diterapkan pada Pemilu 2009 di Kabupaten Nias Selatan. Dengan yurisprudensi tersebut, diyakini polisi tidak akan sulit mengungkap dua pelanggaran itu. Begitu pula penuntutan oleh kejaksaan. Dengan demikian, perkara bisa segera dibawa ke meja hijau untuk diputus bersalah atau tidak.

Apakah money politic sangat berpotensi terjadi di Pilkada se Kaltara? Andi menuturkan potensinya besar. Hal itu dikarenakan perubahan sistem Pilkada khususnya aturan tahapan kampanye yang menyebabkan kandidat dan tim suksesnya sulit berkreasi.

“Contohnya iklan maupun pemasangan alat peraga kampanye yang diatur dan dibatasi oleh KPU semuanya. Tentu gaung Pilkada saat ini tak sebesar seperti dulu, yang diuntungkan adalah calon kepala daerah incumbent. Sementara figur-figur baru akan kesulitan mempromosikan dirinya secara besar-besaran di media atau melalui alat peraga kampanye,” bebernya.

Dengan demikian, tim sukses bisa saja menggunakan cara money politic demi mencari suara lantaran kandidatnya kurang terkenal. “Ini harus diketahui pihak intelejen kepolisian. Tak perlu tangkap tangan, tetapi dengan bukti kuat seperti foto maupun video atau ada laporan polisi harus segera menindaknya,” tutur advokat yang juga pernah memenangi pelapor di Pilkada Tanggerang Selatan. (sti)

Related Articles

Bagaimana Tanggapan Anda?....

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses