JAKARTA, MK – Gubernur Kalimantan Utara (Kaltara) Dr H Irianto Lambrie memberikan tanggapan serius terkait masih banyaknya provinsi di Indonesia dengan Kapasitas Fiskal Daerah yang rendah. Termasuk Provinsi Kaltara. Menurutnya, kondisi ini perlu mendapat perhatian serius oleh Pemerintah (pusat).
Seperti diketahui, berdasarkan data Kapasitas Fiskal Daerah Provinsi yang publikasi Menteri Keuangan kepada media usai Rapat Kabinet Terbatas, Jum’at (22/11), terungkap masih banyak provinsi yang kapasitas fiskalnya rendah.
Terdapat 9 provinsi dengan kapasitas fiskal kategori sangat rendah, 8 provinsi kategori rendah, 8 provinsi kategori sedang, 5 provinsi kategori tinggi, dan 4 provinsi kategori sangat tinggi. Artinya ada 17 atau separoh provinsi di Indonesia yang kapasitas fiskalnya masih kategori rendah dan sangat rendah.
Sesuai data dari Kemenkeu, secara berturut-turut dari yang terendah: Gorontalo (0,171), Papua (0,179), Sulbar (0,189), Maluku Utara (0,252), Babel (0,264), NTT (0,275), Kaltara (0,282), Sultra (0,284) dan Sulteng (0,300). Kategori rendah : DIY (0,314), Bengkulu (0,319), Maluku (0,320), Sulut (0,350), Jambi (0,350), Kepri (0,386), NTB (0,395), Kalteng (0,437).
Selanjutnya kategori sedang : Kalbar (0,453), Papua Barat (0,453), Sumbar (0,455), Aceh (0,529), Lampung (0,590), Bali (0,610), Sulsel (0,691), Sumsel (0,794). Kategori tinggi : Kalsel (0,812), Sumut (0,945), Riau (0,956), Banten (1,135), Kaltim (1,226). Kategori sangat tinggi: Jateng (1,948), Jatim (2,589); Jabar (3,171), dan DKI Jakarta (11,473).
Gubernur mengatakan, dalam upaya mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, pemerataan pembangunan dan kesetaraan daerah-daerah dalam wadah NKRI, maka sudah selayaknya pemerintah pusat memberikan perhatian utama dalam bentuk kebijakan yang bersifat khusus terhadap provinsi-provinsi yang kapasitas fiskalnya masih kategori sangat rendah dan rendah (17 provinsi).
“Artinya, masih separoh provinsi di negara kita mengalami ketimpangan/disparitas dalam pembiayaan pembangunan daerahnya,” kata Gubernur.
Bagi ke-17 provinsi yang memiliki kapasitas fiskal rendah ini, kata Irianto, tentu masih mengalami berbagai masalah dan kendala dalam upaya mengakselerasi pembangunan di wilayahnya. Hal ini menurutnya, masalah serius bagi masa depan NKRI. Perlu didiskusikan secara masif, sistematis dan terstruktur untuk mencari solusi yang jitu secara bergotong royong.
Berkaitan dengan kondisi tersebut, Irianto mengusulkan beberapa hal kepada pusat. Pertama, masalah tersebut (ketimpangan kapasitas fiskal daerah) perlu menjadi salah satu bahan bahasan dalam Munas APPSI (Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia) yang akan dilaksanakan pada 25 – 27 November 2019 ini.
Kedua, memohon Pemerintah melalui Mendagri, para Menko dan Menteri PAN & RB dan jajarannya, memfasilitasi para Gubernur 17 provinsi dengan kapasitas rendah ini untuk memperoleh peluang prioritas dalam promosi peningkatan investasi (swasta nasional dan asing maupun APBN). Disesuaikan dengan potensi wilayah dan tingkat masalah yang dihadapi masing-masing provinsi.
Ketiga, Proyek-proyek strategis nasional mestinya diarahkan dan diprioritaskan kepada 17 provinsi tersebut. Selanjutnya, yang keempat, perlu pembinaan dan asistensi tata kelola keuangan, SDM Aparatur, manajemen pemerintahan dan pembangunan oleh K/L, khususnya Kemendagri dan Kemenpan & RB, mestinya diutamakan kepada 17 provinsi tersebut.
“Kelima, melalui fasilitasi dan koordinasi Kemendagri dan K/L terkait lainnya, bisa dibangun sistem “kakak angkat” (province sister) antara 17 provinsi ini dengan provinsi yang kapasitas fiskalnya sangat tinggi dan tinggi, misalnya Kaltara dengan Jatim, Sulbar-Jateng, Gorontalo-Kaltim, dan seterusnya. Juga masing-masing K/L dibagi penugasan pembinaannya dan bertanggung jawab untuk “mensapih” dan membina ke 17 provinsi tersebut. Ini wujud gotong-royong, yang sudah mampu dan kuat membantu yang belum mampu dan masih lemah,” katanya.
Gubernur menambahkan, jika provinsi dengan kapasitas fiskal sangat rendah dan rendah mampu berprestasi pada tingkat nasional, itu adalah sesuatu yang luar biasa. Untuk itu, mestinya jika pemerintah memberikan penghargaan atau reward, yang diterima mereka lebih tinggi nilainya daripada provinsi yang kapasitas fiskalnya kategori sangat tinggi atau tinggi.
“Kenapa demikian? Kalau yang banyak uangnya bisa mencapai prestasi nasional, wajar-wajar saja.Tetapi jika yang berprestasi itu kelompok yang masih kategori “ekonomi lemah”, itu perlu kerja ekstra keras dan upaya luar biasa, dalam berbagai keterbatasannya,” tambah Irianto.(humas)