Oleh : Setiadi, SE (Reporter RRI Tarakan)

ilustrasi
MANUVER politik jelang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Tarakan 2018, baik yang dilakukan figur secara individu maupun Parpol mulai terasa panas diawal tahun ini. Bahkan, perbincangan di warung kopi hingga akun media sosial kini mendadak membela dan mempromosikan jagoannya masing-masing.
Namun jika kita lebih fokus popularitas perbincangan lebih kepada persaingan dua figur dari kalangan birokrat, bukan dari politisi murni. Bisa saja menandakan minimnya kader Parpol di Tarakan yang dinilai mampu bersaing diperebutan kursi nomor satu ataukah menjadi strategi Parpol dalam melihat peluang!
Dua figur birokrat itu yakni incumbent Walikota saat ini, Ir. Sofian Raga dipastikan akan mendapat persaingan sengit dari “sang mantan” Sekretaris Kota (Sekkot) dr. Khairul. Perseteruan keduanya kian memanas setelah dr. Khairul didepak menjadi Staf Ahli Bidang Bidang Aparatur Sipil Negara dan Pelayanan Publik Umum. Banyak perbincangan berspekulasi ada perseteruan di tubuh birokrasi Paguntaka, lantaran sang mantan agresif dalam berbagai perjumpaan di kalangan masyarakat. Ditambah lagi, si“Doi” diberitakan berbagai media cetak dan elektronik lokal tidak diundang dalam pelantikan mutasi ratusan PNS Pemkot Tarakan. Fenomena ini lazim dipertontonkan jelang perhelatan Pilkada di sejumlah daerah apabila incumbent mendapat perlawanan dari bawahannya.
Jika dibilang si “Doi” agresif! Sebagaian orang berkata iya. Munculnya kabar kehadiran Relawan dr. Khairul (Rangkul) dan hashtage di akun media sosial #bantupakdokter mengisyaratkan keseriusan Ketua Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) Kota Tarakan ini bersaing dalam Pilkada Tarakan.
Ir. Sofian Raga tak hanya mendapat manuver dari sang mantan Sekkot, melainkan juga Wakil Walikota saat ini Khaeruddin Arif Hidayat yang menjabat sebagai Ketua DPD Partai Amanat Nasional (PAN) Kota Tarakan. Tentu sebagai partai pemenang pada Pileg 2014 lalu, dengan raihan empat kursi di legislatif akan melakukan berbagai cara agar kader partai berlambang matahari putih ini bisa menjadi orang nomor satu di Bumi Paguntaka. Bahkan, secara terang-terangan Khaeruddin Arif Hidayat sudah menyatakan tekadnya maju kembali dalam Pilkada Tarakan bukan sebagai calon wakil melainkan calon walikota. Artinya, sinyal positif perceraian pasangan ini di Pilkada 2018 mendatang kian terang-benderang.
Tidak hanya ketiga figur itu yang sudah siap-siap amunisi dari sekarang, pesaing lainnya pun sudah bermunculan satu persatu. Publik Tarakan dikejutkan dengan hadirnya Hj. Umi Suhartini istri dari Bupati Kabupaten Tana Tidung Drs. Undunsyah. Sosok wanita ini memberikan warna baru dalam sirah perjalanan Pilkada Kota Tarakan dikarenakan Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) Kabupaten Tana Tidung dikabarkan siap bersaing sebagai calon walikota bukan calon wakil walikota. Warna baru ini langsung disambut sejumlah kelompok kaum hawa yang akhirnya bergabung dan menamakan diri mereka “Tim PAS Umi”. Kegiatan Maulid Akbar di Islamic Center Baitul Izzah, belum lama ini, menjadi tanda keseriusan Tim PAS Umi bersaing di Pilkada Tarakan.
Selain itu, muncul juga isu-isu figur perempuan lainnya Hj. Siti Lela politisi senior Partai Golkar Tarakan. Beda hal dengan Hj. Umi Suhartini, anggota DPRD Provinsi Kaltara ini sudah terbukti memiliki basis militan yang selalu menghantarkannya menjabat di legislatif baik di tingkat kota maupun provinsi. Kemudian, nama Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Tarakan DR. Agus Surya Dewi juga disebut-sebut sebagai kader perempuan dari Pakuwaja yang dinilai bisa menghimpun suara keluarga besar warga Jawa.
Sementara dikalangan kader Parpol, kini PDI Perjuangan mulai bersuara melalui sekretarisnya Iwan Setiawan mengusulkan kader sendiri yang kini menjabat Wakil Ketua DPRD Kota Tarakan H. Abu Ramsyah. Tak hanya PDI Perjuangan, Ketua DPD Partai Golkar Tarakan Tigor Nainggolan pun sudah berani menyatakan sikap di media massa. Meskipun demikian, pergerakan keduanya belum terlihat agresif.
Terlepas munculnya bakal calon walikota, perlunya kita menganalisis lebih dalam tentang siapa yang akan memiliki action opportunity untuk benar-benar maju dan mendapat dukungan warga Tarakan. Ini juga menjadi awal Parpol menentukan sikap mengusung figur dalam Pilkada Tarakan, walaupun lobi-lobi di massa sekarang terbilang premature.
Melihat action opportunity siapa yang akan maju sebagai kandidat, kita dapat melihatnya dari dua hal. Pertama, hasil perolehan suara partai politik saat Pileg 2014, dan alternative candidate yang mendapatkan dukungan dari rakyat Tarakan karena krisis tokoh di internal Parpol. Intinya, momen ini menjadi kesempatan bagi figur birokrat maju menggunakan perahu Parpol dan diusung sebagai bakal calon walikota bukan wakil walikota.

Setiadi, SE (Reporter RRI Tarakan)
Peringkat Parpol yang mendapatkan suara terbanyak pada Pileg 2014 adalah PAN (14.652 suara), Demokrat (13.555 suara), PDI Perjuangan (13.043 suara) menjadi partai papan atas yang mendapatkan suara terbanyak. Sedangkan Golkar (11.462 suara), Gerindra (8.662 suara) dan Hanura (8.184 suara ) dapat dikatakan menjadi Parpol papan kedua yang memiliki kekuatan bisa mengimbangi suara papan atas.
Namun tak dapat dikesampingkan, kebangkitan partai Islam di Kota Tarakan terutama PKB setelah vacum beberapa tahun justru menunjukkan trend positifnya di Pileg 2014 dengan raihan (8.444). Bedanya dengan Partai Hanura penyebaran suaranya merata sehingga meraih 3 kursi, sementara PKB tidak merata membuatnya hanya meraih 2 kursi di legislatif.
Dari perolehan suara tersebut, kita dapat memetakan secara kasar partai mana saja yang memiliki action opportunity untuk memajukan kadernya. Kemungkinan besar, PAN, Demokrat, PDI Perjuangan dan Gerindra serta Partai Golkar yang pernah menjadi adikuasa di Bumi Paguntaka dalam 15 tahun yakni 2 periode di masa keemasan dr. Jusuf SK maupun H. Udin Hianggio.
Sejumlah partai ini berani memajukan calon dikarenakan memiliki suara cukup besar, namun sayang tokoh dari internal kader banyak dianggap kalah agresif dengan pergerakan beberapa figur kalangan birokrat yang mencuat saat ini. Sisa partai tersisa pun akan sulit memajukan kadernya dikarenakan suara yang tidak signifikan dan belum memiliki tokoh kuat untuk dimajukan.
Jika kita lihat data-data di atas dalam waktu sekarang, secara kasar kita dapat mempetakan pasangan bakal calon Walikota-Wakil Walikota Tarakan yang akan terbentuk jelang Pilkada Tarakan 2018 mendatang. Apalagi sudah banyak rumor beredar di masyarakat dan banyaknya figur yang menyatakan diri siap bersaing serta berdasarkan kemungkinan-kemungkinan yang ada, yakni :
Gambaran 1 (birokrat sebagai bakal calon walikota) :
Ir. Sofian Raga – H. Adnan Hasan Galoeng (poros utama adalah partai nasionalis)
Ir. Sofian Raga – H. Abu Ramsyah (poros utama adalah partai nasionalis)
Ir. Sofian Raga –Yunus Abbas (poros utama adalah partai nasionalis dan dukungan akademisi)
Ir. Sofian Raga – H. Ince Rifai (poros utama adalah partai nasionalis)
Ir. Sofian Raga – Hj. Siti Lela (poros utama adalah partai nasionalis)
dr. Khairul – Hj. Umi Suhartini (poros utama adalah partai berbasis Islam)
dr. Khairul – Hj. Siti Lela (poros utama adalah partai nasionalis-partai Islam)
dr. Khairul – DR. Agus Surya Dewi (poros utama partai nasionalis)
dr. Khairul – H. Abu Ramsyah (poros utama partai nasionalis)
Hj. Umi Suhartini – Khaeruddin Arif Hidayat (poros utama partai nasionalis dan partai Islam)
Hj. Umi Suhartini – H. Abu Ramsyah (poros utama partai nasionalis dan partai Islam)
Hj. Umi Suhartini – H. Ince Rifai (poros utama partai nasionalis dan partai Islam)
Gambaran 2 (Kader Parpol sebagai bakal calon walikota) :
Khaeruddin Arif Hidayat – Hj. Siti Lela (poros utama partai nasionalis dan partai Islam)
Khaeruddin Arif Hidayat – Hj. Umi Suhartini (poros utama partai nasionalis dan partai Islam)
Adnan Hasan Galoeng – Tigor Nainggolan (poros utama partai nasionalis)
H. Adnan Hasan Galoeng – Dr. Agus Surya Dewi (poros utama partai nasionalis)
H. Abu Ramsyah – Hj. Umi Suhartini (poros utama partai nasionalis dan partai Islam)
Dari skema diatas terjadi penggabungan ideologi dalam koalisi, apalagi problem Pilkada DKI Jakarta terkait penggabungan parpol Islam tidak berpengaruh ke daerah-daerah. Penggabungan ideologi ini juga menjadi hal penting dalam mendapatkan dukungan kultural dari masing-masing konsituen.
Selain melihat dari prolehan suara partai politik untuk mengetahui action oppotuniy calon kuat walikota, alternative candidate menjadi hal yang dapat mempengaruhi lahirnya calon kuat kepala daerah. Terkadang banyak sekali tokoh independen yang maju sebagai kepala daerah karena dukungan murni dari masyarakat. Terbukti di Pilkada Tarakan 2013 lalu ada tiga pasang kandidat independent (Masdar-Ridho Asnawi, H. Thamrin – H. Anas, Rhabsody Roestam – Asril), walau akhirnya kalah. Sepertinya pada Pilkada 2018, calon independent tidak bermunculan, karena hingga kini belum ada figur dan pergerakannya yang menyatakan sikap mengambil jalur tersebut berbeda dengan periode sebelumnya. Sementara informasinya tahapan Pilkada Tarakan 2018 mulai bergulir pertengahan tahun ini, meski belum ada rilist resmi dari KPU Tarakan.
Oleh sebab itu, kemungkinan besar dipertangahan jalan menuju pendaftaran calon, lobi-lobi politik akan sangat terasa. Bisa jadi, alternative candidate yang memiliki elektabiltas dan popularitas yang kuat akan diusung oleh partai politik – ketika di intenalnya, elektabiltas dan popularitas kader dari Parpol terus menerus kalah saing dalam uji publik. (selesai)