Kalbar, MK – Empat hari lalu, ada tiga ekor pesut (Orcaella brevirostris) terjerat jaring nelayan di perairan Kecamatan Batu Ampar, Kabupaten Kubu Raya. Satu ekor yang paling besar dilepas nelayan ke air, sedangkan dua ekor lainnya dibawa ke tempat penampungan ikan.
Maskur (35), saudagar ikan yang menampung ikan-ikan tangkapan nelayan mengaku mengetahui pesut merupakan hewan dilindungi. Nelayan yang menangkapnya pun tahu, bahkan pesut ini, bukan yang pertama kali terjaring pukat nelayan setempat. “Sudah sering kena jaring. Nelayan pun tahu itu ikan dilindungi, tapi karena mereka makan dan ada orang yang suka, jadi tetap ditangkap,” katanya.
Maskur memiliki 20 kapal ikan berkapasitas rata-rata 8 ton. Nelayan kapal ikannya berlayar hingga ke kepulauan Maya Karimata di Kabupaten Kayong Utara. Kapal ikan milik Maskur dilengkapi dengan alat tangkap sejenis pukat. Pukat tersebut panjangnya sekitar 50 meter dengan lebar 2 meter. Ketiga pesut ini terjaring salah satu nelayan yang menggunakan kapal ikan miliknya di perairan Batu Ampar, belum jauh dari tempat para nelayan bertolak.
Saat didatangi di tempat penampung ikan, Maskur menunjukkan potongan seekor kepala pesut yang masih tersisa. Rencananya potongan kepala pesut tersebut akan dikubur, seperti pesut-pesut lainnya. Meski sudah 4 hari dipotong, darah masih mengucur dari potongan tersebut.
Dia mengatakan, memotong pesut tidak sama dengan memotong ikan biasa. Jika ingin memotongnya, biasanya warga memanggil seorang pemuka agama. “Cara memotongnya, sama seperti cara memotong hewan sapi, kambing dan ayam,” kata dia.
Sedangkan potongan daging pesut, Maskur mengaku, sempat membawa potongan-potongan daging ini kepada saudagar ikan di Pontianak. Namun saudagar tersebut menolak lantaran tahu potongan daging tersebut merupakan hewan dilindungi. “Memang saya kasih tahu, soalnya takut juga nanti ditanya itu potongan ikan apa,” ujarnya. Akhirnya, potongan pesut tersebut kini hanya memenuhi kontainer es miliknya. Maskur belum tahu apa yang akan dilakukan terhadap daging pesut tersebut.
Albertus Tjiu, manager regional WWF Indonesia program Kalimantan Barat mengatakan, temuan yang membuat miris ini menjadi pertanda bahwa perairan di Lansekap Kubu, sangat rawan terhadap populasi pesut. “Kampanye terhadap perlindungan satwa ini harus ditingkatkan. Terlebih dikatakan jumlah pesut yang terjaring atau by catch cukup sering. Alangkah lebih baik jika ini bisa disebarluaskan sehingga mendapat perhatian luas dari semua kalangan,” tuturnya.
Walau dari potongan kepalanya sudah memastikan hewan tersebut pesut, namun WWF akan melakukan penelitian lebih lanjut pada potongan daging pesut yang tersisa. Pesut merupakan satwa yang dilindungi Undang-Undang nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya dan Peraturan Pemerintah Nomor 7 tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa.
Di Kalimantan Barat, pesut hanya dapat dapat ditemukan di perairan Kabupaten Kubu Raya. Habitat pesut di pesisir dan daerah aliran sungai. Ciri-ciri pesut yakni tubuhnya berwarna kelabu hingga biru tua, dan bagian bawahnya berwarna lebih pucat. Tubuh pesut tidak memiliki pola yang khas. Sirip punggungnya kecil dan membulat di tengah punggung. Pesut tidak bermoncong, dahinya tinggi dan membulat. Mirip dahi ikan lohan. “Tapi pesut bukan ikan, karena mamalia. Untuk pesut kita menyebutnya dengan pesut saja, tidak ditambah kata ikan di depannya,” kata Albert lagi.
Camat Batu Ampar Supriadi mengatakan, kampanye terhadap tumbuhan dan satwa liar dilindungi di wilayahnya memang mendesak. Ia sendiri mengaku sangat konsen mengawal isu kerusakan sumber daya alam dan lingkungan.
Selain itu, aksi penyadartahuan, harus dilakukan secara berkesinambungan dan melibatkan banyak pihak. “Aksi di lapangan dirasa belum terpadu. Padahal Isu-isu lingkungan yang strategis tersebut harus ditanggulangi bersama-sama,” ujarnya. (Lyn/sti)