JAKARTA – Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengusulkan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Harga Rupiah (Redenominasi) masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Jangka Menengah Tahun 2020-2024.
Usulan tersebut tertuang dalam kerangka regulasi pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 77/PMK.01/2020 tentang Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2020-2024. Selain RUU Redenominasi, Bendahara Negara itu juga mengusulkan 18 RUU lainnya masuk Prolegnas.
Dalam beleid tersebut, Sri Mulyani memandang urgensi pembentukan RUU Redenominasi untuk menciptakan efisiensi perekonomian berupa percepatan waktu transaksi, berkurangnya risiko human error, dan efisiensi pencantuman harga barang atau jasa karena sederhananya jumlah digit rupiah.
“Lalu, menyederhanakan sistem transaksi, akuntansi dan pelaporan APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) karena tidak banyaknya jumlah digit rupiah,” tulis PMK pada Minggu, 12 Juli 2020.
RUU ini akan disiapkan oleh Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dengan penanggung jawab Direktorat Jenderal Perbendaharaan. Adapun unit atau institusi terkait adalah Sekretariat Jenderal Kemenkeu dan Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu dengan target penyelesaian pada 2021 hingga 2024.
Redenominasi merupakan penyederhanaan nilai mata uang rupiah tanpa mengubah nilai tukarnya. Tujuan redenominasi adalah penyederhanaan jumlah digit pada pecahan rupiah tanpa mengurangi daya beli, harga atau nilai rupiah terhadap harga barang atau jasa.
Gagasan redenominasi mengemuka saat Darmin Nasution menjabat sebagai Pejabat Sementara (Pjs) Gubernur Bank Indonesia (BI) pada 2008. Kinerja pertumbuhan ekonomi yang menembus enam persen dinilai menjadi momentum tepat untuk merealisasikan gagasan redenominasi sekaligus untuk menjawab tantangan dalam menghadapi integrasi ekonomi regional.
Bank sentral kemudian mulai melakukan kajian soal redenominasi dan menggagas untuk menghapus tiga angka nol pada rupiah. Dengan ini diyakini akan mampu menyederhanakan penulisan nilai barang dan jasa yang diikuti pula penyederhanaan penulisan alat pembayaran (uang). Kemudian hal ini akan menyederhanakan sistem akuntansi dalam sistem pembayaran tanpa menimbulkan dampak negatif bagi perekonomian.
Redenominasi tersebut biasanya dilakukan di saat ekspektasi inflasi berada di kisaran rendah dan pergerakannya stabil, stabilitas perekonomian terjaga dan ada jaminan terhadap stabilitas harga serta adanya kebutuhan dan kesiapan masyarakat.
“Bank Indonesia memandang keberhasilan redenominasi sangat ditentukan oleh berbagai hal yang saat ini tengah dikaji sebagaimana yang telah dilakukan oleh beberapa negara yang berhasil melakukannya. Redenominasi membutuhkan komitmen nasional serta waktu dan persiapan yang cukup panjang,” pungkas Darmin. (medcom)