Tarakan, MK – Keputusan Panitia Pengawas Pemilih (Panwaslih) Kota Tarakan yang menyatakan laporan tentang tidak terdistribusinya puluhan ribu surat C6 atau panggilan pemilih pada Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Kaltara bukan sebuah pelanggaran dinilai keliru.
Bahkan, Kuasa Hukum Pasangan Pejuang (dr. Jusuf SK – DR. Marthin Billa) Yupen Hadi menegaskan keputusan itu menjadi bukti bahwa komisioner Panwaslih sudah mengabaikan hak konstitusi masyarakat.
“Ini merupakan kelemahan Panwaslih Tarakan karena mereka telah mengabaikan beberapa fakta adanya hak konstitusi masyarakat yang hilang. Ironisnya, persoalan C6 terjadi secara terstruktur, massif dan sistematis harusnya menjadi perhatian serius oleh Panwaslih,” ujarnya kepada Metro Kaltara, Jumat (18/12).
Jika Panwaslih Kota Tarakan beranggapan bahwa masyarakat yang tidak mendapatkan C6 tetap bisa menggunakan hak pilihnya dengan menunjukan KTP di TPS pada pukul 12:00 Wita, berbanding terbalik. Kenyataannya, banyak konstituen kandidat nomor urut 1 ditolak oleh petugas KPPS.
“Ada KPPS yang alasannya sudah istirahat dan ada yang beranggapan sudah habis waktunya hingga segala macam alasan. Jelas ini ada indikasi yang menguntungkan salah satu kandidat,” bebernya.
“Kenyataan lainnya ada warga yang tidak mendapat C6 sementara tetangganya dapat. Padahal sama-sama terdaftar dalam DPT, inikan jelas-jelas ada unsur kesengajaan. Dampaknya juga jelas partisipasi pemilih di Kota Tarakan sangat rendah dibandingkan kabupaten lainnya,” imbuhnya.
Yupen Hadi pun menuturkan puluhan saksi yang diajukan ke Panwaslih hanya 15 saja yang diperiksa. Padahal semakin banyak saksi yang diperiksa maka penggalian materi atau substansinya bisa lebih detail. “Saya juga kaget Panwaslih menghentikan pemeriksaan saksi karena dianggap sudah cukup, dimana-mana semakin banyak saksi itu bagus,” tuturnya.
Oleh karena itu, Pasangan Pejuang tetap melanjutkan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK). Meski, dalam aturan yang baru gugatan di MK bisa dilakukan jika selisih suara maksimal 2 persen.
“Ke MK sudah pasti, kita lakukan perlawanan hukum yang jelas keputusan Panwaslih menunjukan ketidakmampuan komisionernya dalam memahami substansi hukum secara regulasi. Kami menganggap satu muara yang bisa mempersoalkan ini yaitu di MK dan kami harus punya keyakinan bahwa sejumlah fakta harus diungkapkan ke MK termasuk money politic,” paparnya.
Sedangkan Ketua Panwaslih Kota Tarakan Abdul Haris menjelaskan keputusan yang diambilnya terkait laporan C6 sudah sesuai dengan undang-undang pemilihan. “C6 yang tidak terdistribusi sekitar 31 ribu bukan merupakan pelanggaran,” ungkapnya kepada Metro Kaltara.
Berkaitan itu, Panwaslih Kota Tarakan hanya mengeluarkan surat rekomendasi kepada KPU yang isinya meminta penyelengara pemilu mengevaluasi mekanisme pendistribusian C6. Selain itu, meminta KPU untuk memberikan jawaban data pasti kepada pihak pelapor terkait jumlah C6 yang tidak terdistribusi.
“Untuk laporan money politic masih akan diplenokan. Tentu saksi-saksi sudah kami periksa,” aku Abdul Haris. (ras/sti)
.