Belum Terima, Kuasa Hukum Masih Lakukan Upaya Untuk Andi

by Muhammad Aras

TARAKAN, MK – Sejak Majelis Hakim yang diketuai Christo E.N Sitorus memutuskan pidana mati untuk Andi dan Amin, seumur hidup untuk Roniansyah, Ari Permadi dan Hariyanto, kelima terdakwa 11,4 kg sabu, langsung menuai polemik. Selain para terdakwa melaui Penasehat Hukum (PH) nya langsung menyatakan banding dipersidangan, juga menyebutkan ada intervensi dari BNN terhadap putusan Majelis Hakim di Pengadilan Negeri Tarakan, Senin (9/4) lalu.

Nunung Tri Sulistyawati, PH terpidana mati, Amin dan terpidana seumur hidup Roniansyah mengungkapkan fakta persidangan tidak dijadikan pertimbangan Majelis Hakim. “Kan kelima terdakwa ini saling menjadi saksi dan saksi dari polisi hanya keteragan sebatas penangkap saja. tapi kesaksian mereka tidak dipertimbangkan,” ujarnya, dikofirmasi via telepon selulernya Kamis (12/4).

Sambung Nunung, seharusnya fakta persidanganlah yang harus mejadi pertimbagan hakim, bukan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) polisi. Sementara, kata dia, isi fakta persidangan, kliennya Amin dihubungi seseorang untuk mengambil speed milik orang lain. Roniansyah selanjutnya yang menjadi motoris untuk mengantarkan penumpang ke Tanjung Daun.

“Memang barang didalam derigen hijau dan biru itu sempat dibawa dalam speednya, tapi dia tidak tahu isinya apa. Semua saksi sejak barang ada di sped tidak dibuka dan mereka tidak tahu apa isinya. Kan pesan Amin hanya mengantarkan orang, Ari Permadi dan Hariyanto ke Tanjung Daun dan sampai disana ada orang yang menyerahkan derigen itu. Itu fakta yang kita dengar dipersidangan,” ungkapnya.

Sementara, siapa yang menitipkan derigen seperti yang tersebut didalam amar putusan, menurut Nunung berarti Majelis Hakim sependapat bahwa sabu tersebut bukan milik Amin atau Roniansyah.

“Kok sampai dihukum mati, padahal nyata barang itu bukan mereka punya. Dari awal penyidik BNN juga tidak berusaha mencari siapa pemilik sebenarnya, tidak terungkap karena BNN tidak melakukan pencarian. Kalau memang mau mengungkapkan, harus juga dicari siapa yang memberikan, tidak mungkin tiba-tiba ada dilaut, tapi ini yang memberi tidak pernah terungkap,” tandasnya.

Sementara itu, Ketua Tim Kuasa Hukum Andi yang juga terpidana mati, Donny Tri Istiqomah ketiga dihubungi malam tadi juga mengungkapkan, sebenarnya pidana mati telah menjadi polemik pro dan kontra berkepanjangan di dalam penyusunan RUU KUHP dari tahun 1993.

Namun polemik itu telah berhasil diselesaikan, karena pada Januari 2018 Pemerintah dan DPR telah menyepakati bahwa pidana mati nantinya harus dilakukan secara bersyarat yaitu melalui masa percobaan 10 tahun. Jika dalam masa percobaan tersebut terpidana mati berkelakuan baik maka hukuman mati dapat diubah menjadi seumur hidup atau 20 tahun.

“Semangat yang harus ditangkap dalam pemikiran Pemerintah dan DPR itu bahwa vonis hukuman mati di Indonesia tidak boleh diterapkan secara serampangan, karena hak hidup adalah hak mendasar yang dilindungi oleh Konstitusi sebagaimana Pasal 28A UUD 1945,” bebernya.

Artinya, sambung Donny, Vonis hukuman mati harus benar-benar dijatuhkan kepada terdakwa yang benar-benar terbukti telah melakukan tindak pidana sebagaimana yang didakwakan, sehingga tidak sampai salah menghukum mati seseorang.

“Persoalannya dalam kasus Andy bin Arif, pidana mati ini tidak didasarkan kepada fakta-fakta persidangan. Sebagaimana diketahui, selama persidangan terbukti bahwa Andy bin Arif tidak bersalah dan tidak terlibat dalam penyelundupan sabu-sabu,” ungkapnya.

Keempat saksi yang menyatakan bahwa sabu-sabu adalah milik Andy bin Arif yang dituangkan di dalam BAP terbukti diperoleh dengan cara intimidasi dan penganiayaan fisik dari Penyidik dan telah dicabut oleh semua saksi di persidangan. Barang bukti handphone yang dituduh digunakan Andy Arif untuk memerintahkan Saksi Ary dan Saksi Amin juga tidak pernah dihadirkan oleh JPU sehingga dapat dikatakan fiktif.

Donny juga mengungkapkan, JPU hanya menghadirkan rekap telepon dan sms keluar masuk dari nomor handphone yang dituduh punya Andy bin Arif. Itupun hanya rekap nomor, tidak ada isi percakapan handphone maupun sms. Tidak ada pula surat keterangan provider yang menyatakan nomor handphone itu milik Andy bin Arif, kecuali hanya sebatas tuduhan JPU tanpa ada bukti apapun.

“Putusan pidana mati hakim ini jelas bertentangan dengan semangat pemberlakuan pidana mati bersyarat yang disepakati Pemerintah dan DPR. Kenapa demikian? Karena ketika pemerintah dan DPR semakin berhati-hati dalam menerapkan hukuman mati, justru majelis hakim begitu entengnya memvonis mati Andy bin Arif dengan pidana mati tanpa didasarkan kepada fakta-fakta persidangan,” tegasnya.

Selain itu, Pria yang berkulit putih tersebut, putusan pidana mati terhadap Andy bin Arif lebih menunjukkan cara hakim untuk mencari popularitas belaka. “Kami sadar bahwa setiap aparat penegak hukum tidak terkecuali kami selaku PH Andy bin Arif wajib mendukung penuh pemberantasan narkoba di Indonesia. Namun pemberantasan narkoba tersebut tidak boleh didasarkan hanya kepada popularitas semata, tetapi harus tetap berpijak kepada kebenaran materiil agar jangan sampai orang yang tidak bersalah dihukum,” pungkasnya (arz27/MK*)

Related Articles

Bagaimana Tanggapan Anda?....

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.