Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Bupati Kotawaringin Timur Supian Hadi sebagai tersangka kasus dugaan korupsi izin usaha pertambangan operasi produksi dari Pemkab Kotawaringin Timur. Supian ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan bukti permulaan yang cukup.

“KPK menemukan adanya dugaan tindak pidana korupsi dalam proses pemberian izin usaha pertambangan terhadap tiga perusahaan di lingkungan Kabupaten Kotawaringin Timur tahun 2010-2012,” kata Wakil Ketua KPK Laode M Syarif dalam konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta, Jumat, 1 Februari 2019.
Politikus PDI Perjuangan itu diduga telah menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana dalam memberikan Izin Usaha Pertambangan (IUP) kepada tiga perusahaan. Tiga perusahaan itu yakni PT Fajar Mentaya Abadi (PT FMA), PT Billy Indonesia (PT BI) dan PT Aries Iron Mining (PT AIM).
Laode mengatakan setelah dilantik sebagai bupati Kotawaringin Timur periode 2010-2015, Supian mengangkat teman-teman dekatnya yang merupakan tim suksesnya sebagai Direktur dan Direktur Utama pada PT FMA dengan kepemilikan saham masing-masing sebesar 5 persen. Tepatnya, pada Maret 2011, Supian menerbitkan surat keputusan IUP operasi produksi seluas 1.671 hektare kepada PT FMA yang berada di kawasan hutan. Padahal, PT FMA belum memiliki sejumlah dokumen perizinan seperti izin lingkungan/AMDAL dan persyaratan lainnya yang belum lengkap.
Tak hanya itu, pada Desember 2010 Supian juga telah menerbitkan SK IUP ekplorasi untuk PT BI tanpa melalui proses lelang Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP), saat itu PT BI tidak memiliki Kuasa Pertambangan (KP).
Namun, pada April 2013, Supian selaku bupati Kotawaringin Timur menerbitkan keputusan tentang izin lingkungan kegiatan usaha pertambangan bijih bauksit oleh PT BI, termasuk keputusan tentang kelayakan lingkungan rencana kegiatan pertambangan bijih bauksit oleh PT BI.
Kemudian, pada April 2011, Supian juga menerbitkan IUP ekspolrasi PT AIM tanpa melalui proses lelang wilayah izin usaha pertambangan, padahal PT AIM sebelumnya tidak memiliki kuasa pertambangan. Akibat perbuatan Supian, uang negara rugi sebesar Rp5,8 triliun dan USD711 ribu.
Kerugian negara tersebut dihitung berdasarkan hasil produksi pertambangan, kerusakan lingkungan dan kerugian kehutanan akibat kegiatan pertambangan yang dilakukan PT FMA, PT BI dan PT AIM.
Supian sendiri diduga telah menerima sejumlah barang mewah dan uang tunai. Supian setidaknya menerima mobil Toyota Land Cruiser senilai Rp710 juta dan mobil Hummer H3 senilai Rp1,35 miliar.
“Selain itu, uang sebesar Rp 500 juta yang diduga diterima melalui pihak lain,” kata Laode.
Atas tindak pidana yang diduga dilakukannya, Supian disangkakan melanggar Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 UU nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Sumber: medcom.id