Membuka Keterisoliran Masyarakat Kaltara: Telaah Pentingnya Membeli Pesawat N219

by Setiadi

Oleh : Hariyadi Hamid, SE., M.Sc

(Dosen Fakultas Ekonomi UBT)

Dosen Ekonomi Universitas Borneo Tarakan Hariyadi Hamid, SE., M.Sc yang juga merupakan Ketua DPD KNPI Kota Tarakan.

Polemik terkait isu transportasi bagi warga di Provinsi Kalimantan Utara (Kaltara) mengemuka belakangan ini. Keputusan Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan membekukan izin operasional Mission Aviation Fellowship (MAF) pada tanggal 8 Nopember 2017 menjadi headline berita di beberapa media maintsream dan media online. Banyak warganet juga mengangkat isu tersebut di berbagai media sosial.

Kejadian ini merupakan akumulasi permasalahan transportasi yang mendera masyarakat Kaltara. Kejadian speed boat maut rute Tarakan-Tanjung Selor yang menelan banyak korban jiwa dan berhentinya kegiatan operasi maskapai Kalstar, merupakan ujian bagi Pemerintah Provinsi Kaltara untuk melakukan perbaikan tata kelola dalam bidang transportasi. Namun, secercah harapan itu kemudian muncul manakala Gubernur Kaltara Dr. Irianto Lambrie melemparkan wacana ke publik yang ingin membeli pesawat buatan anak negeri melalui PT. Dirgantara Indonesia bekerjasama dengan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), yaitu pesawat N-219.

Bagi saya, ide ini merupakan terobosan cerdas seorang kepala daerah yang visioner, dan saya mendukung wacana tersebut. Spesifikasi pesawat N-219 sangat sesuai dengan kebutuhan kondisi geografis Kaltara yang notabene wilayahnya sangat luas dan masyarakatnya tersebar di daerah pedalaman dan perbatasan. Beberapa wilayah hanya bisa diakses hanya melalui jalur transpotasi udara sehingga opsi pembelian pesawat N-219 merupakan solusi yang patut diperhitungkan.

Pentingnya pembelian mode transportasi udara sebagaimana yang disampaikan oleh Gubernur Kaltara sangat relevan dengan konsisi yang kita hadapi saat ini. Berbagai media massa memuat pernyataan Bapak Irianto Lambrie selaku Gubernur Kaltara terkait alasan mendasar mewacanakan pembelian pesawat N-219.

Ada 3 (tiga) alasan yang dipertimbangkan beliau, yaitu, 1) Wilayah di Kaltara banyak yang terisolir dari segi transportasi; 2) Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kaltara berkewajiban untuk membantu seluruh masyarakatnya, khususnya yang berada di pedalaman dan perbatasan; dan 3) Sikap Nasionalisme dengan menunjukkan kepada negara tetangga Indonesia di wilayah Kaltara, khususnya Malaysia bahwa putra-putri Indonesia adalah bangsa berdaulat yang mampu merancang dan membangun sebuah teknologi penerbangan yang berkualitas.

Bisnis versus Sosial

Keputusan dalam kegiatan bisnis selalu mempertimbang 2 (dua) aspek utama, yaitu aspek keefektifan dan efisiensi. Peter Drucker, seorang pakar Ilmu Manajemen, mengibaratkan efektif sebagai melakukan pekerjaan yang benar (doing the right things), sedangkan efisien adalah melakukan pekerjaan dengan benar (doing things right).

Kajian bisnis dengan pendekatan efisiensi membuktikan bahwa pembelian pesawat N-219 diangap lebih efisien. Harga jual pesawat sebesar 80 Milyar, dari segi ekonomis masih bisa dijangkau oleh ketersediaan anggaran daerah. biaya operasional total diprediksikan sekitar Rp 30 juta/jam, masih lebih murah dibanding biaya carter pesawat ke wilayah perbatasan Kaltara yang mencapai Rp 60 juta/jam. Hal lain yang perlu ditindaklanjuti terkait harga dan potensi pasar. Peran pemerintah dan investor sangat penting dalam hal tersebut.

Mungkin yang harus dikaji lebih mendalaman adalah kajian dari sisi keefektifan, berkenaan dengan pembelian pesawat ini. Secara kasat mata, saya berpendapat bahwa penyelesaian masalah transportasi dalam jangka pendek dan menengah dapat diatasi dengan pembelian pesawat N-219.

Kisruh izin penerbangan MAF dan belum beroperasinya maskapai Express Air sebagai pengganti Kalstar yang melayani kebutuhan transportasi udara masyarakat Kaltara dapat bisa segera teratasi. Dalam jangka panjang, Pemprov Kaltara perlu merealisasikan pembukaan akses jalur transportasi darat yang menghubungkan wilayah dan masyarakat di pedalaman dan perbatasan karena secara ekonomis lebih murah.

Namun, semua kebijakan tidak hanya dilihat dari perspektif bisnis semata. Bisa saja analisa dan perhitungan saya salah dalam mengkaji dari sisi bisnis. Kita harus melihat perspektif yang lain, khususnya menyangkut permasalahan sosial. Berkaca dari semangat dan alasan Gubernur Kaltara dalam mengatasi masalah masyarakatnya, maka wacana pembelian pesawat N-219 merupakan solusi yang tepat.

Saat ini, masyarakat Kaltara menanti kebijakan pemerintah guna mengatasi permasalahan akses transportasi. Kehadiran pesawat N-219 menjawab sebagian tuntutan masyarakat. Skema pengelolaan pesawat N-219 melalui opsi pembentukan Perusahaan Daerah (Perusda) milik Pemprov Kaltara bisa mengurai permasalahan izin usaha angkutan niaga yang tidak dapat dipenuhi oleh penerbangan MAF. Pada intinya, masyarakat bisa dilayani dengan baik. Permasalahan akses transportasi bisa teratasi dengan segera.

Sebagai penutup diskusi ini, telaah ini merupakan pandangan pribadi saya melihat sebagian permasalahan yang terjadi di Kaltara. Tentu saja menjadi harapan kita semua agar permasalahan itu bisa segera teratasi. Kepercayaan masyarakat terhadap Pemprov Kaltara bisa meningkat manakala kualitas kebijakannya mampu mengatasi permasalahan hidup orang banyak.

Seyogyanya, beban itu tidak hanya dipikul oleh pemerintah. Perlu keterlibatan semua pihak dalam proses pembangunan sesuai dengan keahlian dan kompetensi kita masing-masing. Akhirnya, semoga permasalahan transportasi dan permasalahan-permasalahan lainnya yang mendera masyarakat Kaltara bisa dicarikan solusinya. Kita harus optimis menatap masa depan yang lebih baik, dan cita-cita menjadi “Provinsi Terdepan” bisa segera terwujud. (selesai)

Related Articles

Bagaimana Tanggapan Anda?....

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.