Putusan MK, Dinilai Mengebiri Semangat Reformasi

by Martinus Nampur

Foto: GMNI Bulungan adakan kajian, terkait putusan MK.

TANJUNG SELOR – Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 90/PUU-XXI/2023, dinilai banyak pihak syarat dengan unsur nepotisme.
Mereka menilai, putusan MK tersebut erat kaitannya dengan manipulasi hukum di Negara Indonesia. Hal senada diungkapkan oleh Wakil Ketua Bidang (Wakabid) Politik Dewan Pimpinan Cabang (DPC) GMNI Bulungan, Bung Uzer.
Bung Uzer menerangkan, putusan MK dapat mengakibatkan terjadinya degradasi kepercayaan publik, terhadap lembaga Peradilan tertinggi di Negara ini. Selain itu, manfaat daripada putusan tersebut hanya menguntungkan segelintir elit yang mempunyai kepentingan.
“Keuntungan dari keputusan tersebut hanya segelintir orang atau elite politik tertentu,” ungkap Uzer sapaan akrabnya.
Dia katakan, dampak lain dari keputusan tersebut dapat mencederai semangat reformasi yang anti terhadap praktik politik beruansa Kolusi Korupsi dan Nepotisme (KKN).
Kata Uzer, sebelum putusan MK dikeluarkan telah menuai banyak kontroversi di tengah masyarakat. Lebih aneh lagi, ketika keputusan itu di luar batas nalar dan akal sehat. Apalagi dengan diberikan sanksi kode etik terhadap Ketua MK oleh Mahkamah Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK).

“Sehingga menimbulkan pertanyaan oleh publik, terhadap putusan yang tergolong menguntungkan elit tertentu untuk melanggengkan hasrat politik,” tukasnya.
Dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 29-51-55/PUUXXI/2023, Mahkamah Konstitusi secara lugas dan tegas mengatakan bahwa ihwal usia dalam norma Pasal 169 huruf q UU 7/2017 adalah kewenangan pembentuk undang-undang untuk mengubahnya yakni DPR dan Pemerintah.
Dasar itu kemudian, GMNI Bulungan menilai putusan MK bisa mengacaukan sistem Tata Negara yang berlandaskan pada trias politica. Dimana, MK Sebagai cabang kekuasaan Yudikatif, tidak boleh menyerobot kewenangan pembuat Undang-undang yakni Legislatif dan Eksekutif.
GMNI Bulungan sepakat bahwa setiap orang memiliki kesempatan yang sama menjadi Capres dan Cawapres, sebagaimana yang diatur dalam UUD 1945 Pasal 28D ayat (3) dan UU Nomor 39 Tahun 1999 Pasal 43.
“Namun dengan cara-cara mengubah aturan, harus sesuai dengan regulasi yang ada,”tutupnya.(*)

Related Articles

Bagaimana Tanggapan Anda?....

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.