Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengendus dugaan adanya keterlibatan Anggota Komisi VI Bowo Sidik Pangarso dalam praktik rasuah Dana Alokasi Khusus (DAK). Untuk mendalami itu, penyidik memeriksa salah satu pejabat Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
Saksi diperiksa adalah Kasubdit DAK 1 pada Direktorat Perimbangan Daerah Kemenkeu Sandy Firdaus. Dia diperiksa sebagai saksi dugaan suap jasa distribusi PT Humpuss Transportasi Kimia (PT HTK) dengan PT Pupuk Indonesia Logistik (PT Pilog) yang menjerat Bowo.
“Kami perlu mendalami dari saksi di kementerian keuangan, informasi terkait dengan DAK,” kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Gedung KPK, Jakarta, Kamis, 23 Mei 2019.
Febri tak menjelaskan detail DAK untuk daerah yang dimaksud. Yang jelas, kata dia, penyidik masih menajamkan bukti-bukti keterlibatan Bowo melalui pemeriksaan saksi-saksi.
“Ada beberapa saksi yang kami periksa untuk menelusuri dugaan sumber gratifikasi yang diterima oleh BSP tersebut karena untuk kasus suapnya sebagian besar saksi sudah kami periksa,” ujarnya.
Bowo bersama Marketing Manager PT HTK, Asty Winasti dan pejabat PT Inersia, Indung ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait kerjasama pengangkutan pupuk milik PT Pilog dengan PT HTK. Bowo dan Idung sebagai penerima sedangkan Asty pemberi suap.
Bowo diduga meminta fee dari PT HTK atas biaya angkut. Total fee yang diterima Bowo USD2 permetric ton. Diduga telah terjadi enam kali menerima duit di sejumlah tempat seperti rumah sakit, hotel dan kantor PT HTK sejumlah Rp221 juta dan USD85.130.
Dari Bowo penyidik menyita uang sebesar Rp8 miliar dalam 82 kardus dan dua boks kontainer. Uang Rp8 miliar itu terdiri dari pecahan Rp50 ribu dan Rp20 ribu yang sudah dimasukkan kedalam amplop berwarna putih.
Bowo dan Indung selaku penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b ayat (1) atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sedangkan Asty selaku penyuap dijerat Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sumber: medcom.id