Foto: Ist
TARAKAN,MK – Saat ini, Satpol-PP telah berusia setengah abad, keberadaanya semakin penting setelah era reformasi dan diterapkanya UU Otonomi daerah, Satpol PP menjadi lembaga yang independen, melaporkan langsung tugas dan kewajibanya kepada pemerintah daerah (Pemda).
Sebagai lembaga yang mandiri, memiliki tugas dan tanggung jawab yang besar, Satpol PP perlu meningkatkan kemampuan, baik fisik, maupun non fisik. Satpol PP, mempunyai kedudukan sebagai perangkat satuan dekonsentrasi (pelimpah wewenang) dari pemerintah atau kepala wilayah, atau kepala Instansi Vertikal kepada pejabat di daearah.
Satpol PP merupakan unsur pelaksana wilayah (desentralisasi), Berdasarkan UU ASN Nomor 5 Tahun 2014 Satpol PP wajib berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang menjabat Satpol PP minimal memiliki golongan IIa, serta tidak menerima status PPPK, akan tetapi pada kenyataanya, masih ada pemerintah daerah yang mengangkat Satpol PP dari Pegawai Tidak Tetap (Non PNS).
Secara aturan, pengangkatan PPPK Satpol PP bertentangan dengan UU ASN Nomor 5 Tahun 2014. Diantaranya, terkait sumber daya Satpol PP, menurut PP Nomor 16 Tahun 2018, tegas dinyatakan harus PNS.
Kebijaksanaan yang diberikan pemerintah kepada tenaga honorer menurut UU Nomor 5 Tahun 2014, tentang ASN, belum menemui titik terang. Keberadaan honorer masih menimbulkan banyak problem, karena pemerintah belum dapat memberikan jaminan honorer untuk diangkat menjadi CPNS.