HARTA DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM, MENIMBANG SISI DUNIA DAN AKHIRAT

by Muhammad Reza

Oleh :

Fahmi Syam Hafid B.IRKH (Hons)

Penggiat Ekonomi Islam Kalimantan Utara

Mahasiswa Pascasarjana Universitas Islam Indonesia

dsc_0195

Ketika berbicara tentang harta, maka korelasi yang sering dimainkan manusia adalah kekayaan dan kebahagian.  Dimana ukuran kebahagian saat ini adalah kekayaan, artinnya Semakin berlimpahnya harta, maka akan semakin bahagia perasaan. Walau terkadang dalam kontes mencari atau mendapatkan harta sudah tidak memperhatikan lagi aspek halal dan haramnya, yang terpenting keinginan dapat terenuhi.

Dalam tradisi arab traditional misalnya, kekayaan diukur dengan banyaknya unta yang dimiliki, namun demikian tidak berarti kekayaan hanya diukur dari banyaknya binatang yang dimiliki, ia juga bisa dalam berbagai bentuk. Akan tetapi hal tersebut yang coba dikritisi oleh para pengiat ekonomi Islam, bahwa pada hakikatnya harta dan kekayaan itu bagaikan pisau tajam yang memiliki 2 runcing yang tajam, dalam hal ini runcing satunya bisa mengarahkan ke syurga dan runcing yang lainnya bisa melemparkan kita keneraka.

PROBLEMATIKA HARTA

Dewasa ini,  Harta begitu sangat memainkan peran hidup manusia, sehinga begitu banyak yang terlela dengan gemerlapnya harta. Terlihat dengan maraknya kasus-kasus yang sealu berdampingan dengan hasrat untuk memiliki harta yang sebanyak-banyaknya. Sehingga, ketika orang yang telah menganggap bahwa kekayaan adalah segala sesuatu dalam hidup ini,maka tak heran orang yang seperti ini seakan-akan hidup mereka diatur oleh harta. bahkan ironisnya, mereka bersedia melakukan segalanya hanya untuk mencari kekayaan dan mereka akan merasa khawatir apabila kekayaan yang telah dikumpulkan akan hilang dari tangan mereka.

Kasus kanjeng dimas taat pribadi yang akhir-akhir viral menjadi perbincangan juga membuktikan bagaimana harta itu dapat menyebabkan orang bisa lupa segalanya. Dan melakukan segala cara, sehingga tidak memperhatikan lagi aspek halal-haramnya sesuatu.

Akibatnya, manusia seperti ini akan merasakan  bahwa kekayaanlah yang paling dicintainya. dan pada tahap ini pada akhirnya manusia akan menjadi budak harta (pelayan) . terlihat dari sifat yang akan muncul kemudian yaitu sifat yang mengarah kepada serakah dan kikir, seperti jenis orang yang bernama Qarun. Sehingga, tidak diragukan lagi, kekayaan yang disikapi demikian tidak akan memberikan kebahagian kepada umat manusia. Kecuali bagi mereka yang hanya hidup berorientasi dunia tanpa peduli akan peran akhirat.

PANDANGAN ISLAM TERHADAP HARTA

Islam mengatur segala masalah yang dihadapi manusia, begitu juga berkenaan dengan harta dan penggunaannya. Harta dalam Islam mempunyai Nilai yang cukup tinggi. Pertama, Karena Harta sebagai salah satu dari lima kebutuhan pokok dalam kehidupan manusia yang harus dipelihara, seperti agama, jiwa, keturunan, akal dan harta (Maqoshid Syariah). Kedua, Karena dua dari rukun Islam, yaitu kewajiban zakat, dan haji mengharuskan seseorang muslim untuk mempunyai harta, sebab tanpa harta yang cukup, maka kedua kewajiban tersebut terntu akan sulit dilaksanakan.

Akan tetapi Al-qur’an memandang harta dengan pandangan yang realistis, yaitu harta hanya sebagai perhiasan hidup. Maksudnya adalah seorang muslim memandang bahwanya harta perlu dalam hidup ini, akan tetapi bukan berarti hidup ini hanya untuk mencari harta yang pada hakikinya sifatnya tak abadi. karena apabila hidup ini hanya untuk mencari harta maka manusia tidak akan pernah merasa puas, karena dalam diri manusi terdapat sifat yang selalu ingin lebih dalam segala hal.

Sehingga dapat dikatakan bahwa harta bukanlah sebagai tujuan yang essensial bagi manusia, tetapi hanya sebagai sarana untuk mencapai tujuan hidup , menggapai ridha Allah, sarana untuk melakukan kebaikan dan memberikan kesejahteraan serta kemaslahatan hidup bagi sesama. Sesuai dengan firman Allah SWT dalam Surah Al-kahfi (18) : (46) : Harta Dan Anak-Anak adalah perhiasan dunia tetapi hanyalah amalan-amalan yang kekal lagi shaleh lebih baik pahalanya di sisi TuhanMu Serta Lebih Baik untuk menjadi Harapan.

Kemudia disebutkan diberbagai literature ekonomi Islam, setidaknya ada tiga konsep dasar yang perlu dipahami oleh manusia saat ini yang berkenaan dengan harta dan kekayaan, dan konsep dasar ini yang membedakan harta menurut perspektif ekonomi pasar (konvensional). Ketiga konsep dasar itu terdiri dari :

  • Harta Adalah titipan, Bukan Milik Kita. Dalam konsep ini setiap manusia harus menyadari bahwasanya harta yang dimilikinya saat ini bukanlah mutlak kepemilikannya, akan tetapi, Segala bentuk kekayaan manusia, emas, perak, mobil, uang, rumah, dan lain sebagainya Semua itu adalah mutlak milih Allah SWT, dan manusia hanya sebagai khalifah yang ditugaskan sebagai penjaga yang memikul amanah. sebagai firman Allah SWT dalam surah ke 2: 284 : “Kepunyaan Allah-lah segala apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. dan jika kamu melahirkan apa yang ada di dalam hatimu atau kamu menyembunyikan, niscaya Allah akan membuat perhitungan dengan kamu tentang perbuatanmu itu. Maka Allah mengampuni siapa yang dikehandaki-Nya dan menyiksa siapa yang dikehendaki-Nya; dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.”
  • Perolehan, Pengelolahan, Dan Penggunaan Harta Harus Sesuai Dengan Syariah. Dalam konsep ini mengindikasikan bahwa terdapat aturan yang mengikat dalam setiap perilaku manusia dalam memperlakukan hartanya. Karena di Dalam Islam, ketika di akhirat nanti ketika diminta pertanggungjawaban seseorang berkaitan harta yang “dimiliki”, maka akan dilihat dari dua sudut pandang, yaitu dari mana dan bagaimana ia mendapatkannya serta ke mana atau bagaimana harta itu dipergunakan. Oleh karenanya itu perlu memperhatikan prinsip dan kaidah syariah dalam memperdayakan harta kekayaan yang dimiliki.
  • Menata dan Merencanakan Keuangan Tidak terbatas Hanya untuk kebutuhan Duniawi. Kehidupan manusia tidak hanya di dunia, akan tetapi ada kehidupan yang sesungguhnya yaitu kehidupan akhirat. Sehingga, dengan kesadaran akan adanya kehidupan akhirat dapat mempengaruhi sikap kita dalam menata dan merencanakan keuangan. Di dalam Islam pengelolahan Harta tidak hanya untuk keperluan konsumsi selama di Dunia, namun konsumsi bagi kehidupan akhirat juga perlu diperhatikan. Konsumsi bagi kehidupan akhirat yang dimaksud adalah pengeluaran yang dipergunakan dalam membantu keperluan bagi perjuangan Agama Allah (shadaqah), Membantu Fakir Miskin, dan berbagai kegiatan sosial lainnya.

SIRKULASI HARTA

Salah satu tujuan dari sistem ekonomi Islam adalah mencegah penimbunan dan menjamin sirkulasi harta secara terus-menerus. Karena berkaitan dengan penimbunan harta, Allah SWT telah memberikan peringatan yang sangat keras sesuai di dalam Al-quran yang menyatakan : “dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, Maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih, Pada hari dipanaskan emas perak itu dalam neraka Jahannam, lalu dibakar dengannya dahi mereka, lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada mereka: “Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, Maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu.(at-Taubah:34-35)”. sehingga terlihat Al-qur’an tidak hanya melarang orang yang menimbun harta, melainkan juga memberikan ancaman kepada pelakunya sebagaimana yang dijelaskan pada ayat diatas.

Dan kemudian salah satu yang membuat sirkulasi harta tetap berjalan, yang kemudian diatur di dalam sistem ekonomi Islam yaitu melalui Zakat, Infaq, Shadaqoh, Wakaf (ZISWAF). Dan Zakat adalah Musuh besarnya penimbunan harta. Sehingga hadirnya Zakat pada hakikatnya untuk menjadi jembatan antara mereka yang memiliki kelebihan harta dengan mereka yang merasa kekurangan harta, dengan kata lain menyambung antara kaum kuat dengan kaum lemah.

Sehingga dapat disimpulkan kemudian, bahwa Harta yang dimiliki semestinya dipergunakan bukan hanya untuk memperoleh keuntungan di dunia Semata, Namun juga harus dipergunakan untuk meraih keuntungan bagi kehidupan kelak di akhirat. “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri Akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagiamu dari (kenikmatan) Duniawi..”  . sehingga aspek keseimbangan antara dunia dan akhiratlah yang perlu ditekankan dan diperhatikan, dalam hal ini, Islam membolehkan Manusia menikmati kesenangan dunia demi meningkatkan harkat kemanusiaan dan berhubungan baik dengan Allah serta makhluk lainnya, akan tetapi tidak sampai melupakan bahwa semua perbuatan dan prilakunya akan dimintai pertanggung jawaban di akhirat kelak nanti.***

 

Related Articles

Bagaimana Tanggapan Anda?....

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.