TARAKAN, MK – Tak saja mengupas info dan data yang disajikan Bank Indonesia (BI), Gubernur Kalimantan Utara (Kaltara) Dr H Irianto Lambrie turut memaparkan sejumlah hal terkait fenomena disrupsi yang menjadi tantangan bagi Indonesia, juga Kaltara di masa mendatang.
“Disrupsi itu, artinya sedang terjadi perubahan fundamental atau mendasar. Yakni, evolusi teknologi yang menyasar sebuah celah kehidupan manusia. Presiden serta para pakar juga sering menyampaikan adanya revolusi industri 4.0. Ini salah satu bentuk dari fenomena disrupsi itu. Kita harus menyadari adanya fenomena ini, perubahan yang terjadi di sekitar kita,” kata Gubernur di sela Pertemuan Tahunan Bank Indonesia (PTBI) 2018 di Ruang Pertemuan Kantor Perwakilan BI Provinsi Kaltara, Selasa (18/12).
Lebih jauh, Irianto menyampaikan bahwa di era ini terjadi pengintegrasian dunia online dengan produksi industri.
“Efek terpenting dari evolusi ini, adalah perubahan komposisi tenaga kerja. Yaitu, akan ada kebutuhan tenaga kerja baru yang tumbuh pesat, sekaligus adanya kebutuhan tenaga kerja yang tergantikan oleh mesin,” urai Irianto.
Lalu, bagaimana kita membuat Indonesia, atau Kaltara memasuki era ini? Dijelaskan Gubernur, ada 10 strategi prioritas nasional untuk Making Indonesia 4.0. Yakni, perbaikan alur aliran material, mendesain ulang zona industri, meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM), pemberdayaan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM), menerapkan insentif investasi teknologi, pembentukan ekosistem inovasi, menarik investasi asing, harmonisasi aturan dan kebijakan, membangun infrastruktur digital nasional, dan akomodasi standar sustainability.
“Melihat upaya itu, sudah mematahkan anggapan bahwa Indonesia akan runtuh pada 2030. Sebaliknya, dari data yang ada, pertumbuhan ekonomi global pada 2030 dan 2050 akan mencuatkan Indonesia. Dimana, pada 2030 Indonesia diprediksi menjadi negara dengan perekonomian terkuat ke-9 di dunia dengan PDB mencapai USD 2.449 miliar. Sementara, pada 2050 diprediksi menempati peringkat ke-4 dunia,” ucap Gubernur.
Indikasi negatif juga patut menjadi perhatian. Di antaranya, prediksi pakar ekonomi bahwa pada 2015-2020 resiko kehilangan pekerjaan global mencapai 5,1 juta. Utamanya di bidang administrasi dan perkantoran akibat revolusi industri 4.0.
“Pada 2030, sekitar 800 juta pekerja kemungkinan akan kehilangan pekerjaan akibat otomatisasi robotik. Ini tantangan bagi generasi mendatang. Nah, untuk itu pola pikirnya yang harus dikembangkan. Dan, harus diingat bahwa potensi ekonomi digital Indonesia, cukup besar. Sayang, tak digarap pihak perbankan juga pihak swasta lainnya secara serius,” ulas Irianto.
Peluang bangkitnya ekonomi digital, juga sangat besar di Kalimantan. Berdasarkan data yang ada, penetrasi pengguna internet di Indonesia, Kalimantan adalah yang tertinggi sekitar 72,19 persen. Disusul Jawa, 57,70 persen; Bali-Nusa (54,23 persen); dan lainnya. Dari usianya, terbanyak pada rentang usia 19 hingga 34 tahun 49,52 persen.
“Pemprov Kaltara sendiri, membuat kebijakan yang pro revolusi industri 4.0. Di antaranya, menerapkan prinsip e-Government lewat sejumlah sistem informasi yang menunjang kinerja pemerintahan dari sejumlah bidang,” ungkap Gubernur.
Menyikapi era revolusi industri 4.0, Gubernur pun menitipkan pesan kepada masyarakat Kaltara untuk menyadari 5 hal penting. Pertama, membangun kepemimpinan yang berintegritas pada semua level yang ada. Mulai dari ketua RT hingga yang tertinggi, dan tidak memperdagangkan jabatan. Kedua, terus membangun upaya inovasi dan kreativitas, lalu membangun networking dan mengoptimalkan teknologi, serta, memanfaatkan sumber daya alam dan membangun karakter.
“Keempat, saya ajak seluruhnya untuk bergerak cepat dan reaktif. Dan kelima, menciptakan akuntabilitas atau tanggung jawab dan sikap transparansi,” ujarnya.(humas)