Tarakan, MK – Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) tidak dipungkiri jika banyak terjadi pelanggaran. Adapun pelanggaran yang sering ditemukan baik dari masyarakat, Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) hingga Komisi Pemilihan Umum (KPU) yakni pada saat kampanye.
Hal itu disampaikan Staff Ahli Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Republik Indonesia (RI), Abdullah bahwa dalam konteks Pilkada perlu ada yang dicermati. Dimana dalam pelaksaan Pilkada selalu ada petahana, maka potensi pelanggaran bisa terjadi.
“Seperti ketika sebelum enam bulan ditetapkannya pasangan calon, bisa saja petahana melakukan pergantian pejabat atau memberhentikan pejabat dari jabatannya,” ujarnya kepada Metro Kaltara, Senin (02/10)
Dijelaksannya kalau tidak ada persetujuan dari Menteri Dalam Negeri (Mendagri), maka petahana dapat dinyatakan melanggar hingga didiskualifikasi ketika ditetapkan sebagai pasangan calon. Selain itu, ada pula tentang Terstruktur, Sistematis dan Masif (TSM) yang marak terjadi. Seperti menjanjikan jabatan hingga membagikan uang dengan melibatkan Aparatur Sipil Negara (ASN).
“Bahkan, melibatkan Kepala Dusun, Ketua RT, Ketua RW penyelenggara pemilu sampai dengan adanya organisasi yang dibiayai dari anggaran pemerintah. Itu semua bisa terjadi,” jelasnya.
Selain itu, persoalan bagi seorang petahana, sejak jauh hari telah menyusun program untuk mempengaruhi pemilih. Meskipun secara masif, dengan mempengaruhi hanya setengah kecamatan atau desa, maka sudah dapat didiskualifikasi.
Adapun potensi pelanggaran lain yang dapat digunakan oleh petahana seperti menyalahgunakan kewenangan atau sarana dan prasarana jabatan. Seperti kendaraan dinas, rumah dinas serta sarana lainnya. Ketika ada penyelenggara atau oknum ASN yang berpihak kepada salah satu calon, maka dapat dikenakan sanksi “Nah ini potensi-potensi pelanggaran yang perlu diawasi oleh teman-teman Pengawas Pemilu,” tuturnya.
Melihat potensi pelanggaran tersebut, Bawaslu harus melakukan pengawasan serta pencegahan terjadinya potensi itu. Pengawasan dan pencegahan bisa dilakukan seperti bekerjasama dengan stakeholder bahkan menyurati Walikota yang ingin maju lagi. Agar, tidak melakukan penggantian pejabat dan menyalahgunakan jabatan serta menggunakan diluar program-program yang disepakati di DPRD.
“Kalau memang masih tidak mengikuti aturan, maka bisa diproses penanganan dugaan pelanggaran. Pokoknya kedepan itu adu program. Jangan program yang sekarang dipakai untuk menjual,” tutup Abdullah. (ars)