Tarakan, MK – Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) Kota Tarakan harus menerima pil pahit pasca anggaran yang sebelumnya diajukan sebesar Rp 6,8 milliar hanya dianggarkan oleh DPRD Tarakan, Badan Anggaran (Banggar) dan Pemerintah sebesar Rp 2,6 miliar. Angka tersebut jauh dari apa yang harapkan Panwaslu yakni sebesar Rp 4,3 miliar.
Terkait hal itu, Ketua Bawaslu Kaltara Siti Nuhriyati mengatakan anggaran sebesar 2,6 milliar sangat tidak cukup untuk melakanakan program kegiatan oleh Panwaslu. Mengingat untuk anggaran honorarium panwaslu serta pengawas TPS menelan biaya sebesar Rp 2 miliar lebih.
“Kalau hanya Rp 2,6 miliar, maka tidak akan ada kegiatan lain selain menerima honorer yang ada,” ujarnya kepada Metro Kaltara, Selasa (26/09)
Ia menuturkan, dengan anggaran tersebut pihaknya akan berkoordinasi dengan Bawaslu RI pasalnya anggaran yang diajukan sebelumnya untuk Panwaslu sebesar Rp 6,8 miliar. Kemudian direvisi menjadi Rp 4,3 miliar. Namun, dari angka Rp 4,3 milair, DPRD kembali melakukan pemangkasan sehingga turun menjadi Rp 2,6 miliar.
“Kita akan berkoordinasi dulu dengan Bawaslu RI dengan anggaran itu,” tuturnya.
Menurutnya, secara pribadi serta kelembagaan pihaknya tidak dapat melarang jika DPRD ingin mengetuk palu untuk menyepakati anggaran Panwaslu Rp 2,6 miliar. Akan tetapi, pihaknya masih menunggu arahan dari Bawaslu RI apakah akan tetap menerima angka itu atau tidak.
“Karena kalau kami terima, berarti kami menandatangani Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD). Kalau kami tidak terima kami tidak akan menandatangani NPHD. Karena di dalam NPHD itu sudah tertuang semua anggarannya,” tegasnya.
Sementara itu, Panwaslu Kota Tarakan, Sulaiman mengungkapkan, dari angka Rp 4,3 miliar, honor panwaslu, sampai dengan seluruh staf, kurang lebih Rp 1,9 miliar. Disamping berbagai kegiatan juga harus dilakukan, seperti Bimbingan Teknis (Bimtek) sampai dengan sosialisasi kepada masyarakat.
“Bimtek itu penting kita lakukan. Bahkan sosialisasi juga harus kita lakukan kepada masyarakat. Karena sudah diatur dalam undang-undang untuk melaksanakan itu. Sosialisasi yang biasa dilakukan seperti sosialisasi pemila, tokoh agama, ASN, sampai dengan TNI/Polri,” ungkapnya. (ars)