Masyarakat Peduli MK Desak Jokowi Batalkan Pasal 158 Pilkada

by Setiadi
Sejumlah pengamat hukum dan praktisi hukum menjadi nara sumber debat publik membedah pasal 158 UU Pilkada di Jakarta, (04/01).

Sejumlah pengamat hukum dan praktisi hukum menjadi nara sumber debat publik membedah pasal 158 UU Pilkada di Jakarta, (04/01).

Jakarta, MK – Banyaknya gugatan terkait Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak di Mahkamah Konstitusi (MK) menunjukan kualitas pesta demokrasi dalam mencari negarawan masih butuh perbaikan. Bahkan, Gerakan Masyarakat Peduli MK meminta Presiden Jokowi membatalkan Pasal 158 Undang-Undang Pilkada.

Untuk membedah pasal 158 yang memuat syarat pengajuan gugatan sengketa Pilkada di MK, Gerakan Masyarakat Peduli MK menggelar diskusi publik. Dengan tema “Membedah Pasal 158 Dalam Perspektif Demokrasi dan Konstitusi” di Workroom Café Jl. Cikini Raya No 09 Jakarta Pusat.

Nara sumber diskusi tersebut yakni DR. Jack Yanda Z Ishak, SH, MSc PhD, Andi P Syafrani, SH.LLM, Unoto Dwi Yulianto, SH. MH, Heru Widodo, SH. MH, Fadli Nasution, SH. MH dan Ade Yan Yan Hasbullah.

Hasilnya, forum menyepakati agar Presiden Jokowi mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang (Perppu) untuk mencabut Pasal 158 UU Pilkada.

Sebab, syarat pengajuan permohonan gugatan sengketa Pilkada dalam peraturan tersebut dianggap membatasi kesempatan orang mencari keadilan karena syaratnya terlalu ketat.

“Hampir mana mungkin semua yang menang tidak curang, mantan Ketua MK Mahfud MD bilang begitu. Namun, semuanya dilihat dari dimensi dan volume kecurangannya. MK sempat membuat standar adanya perkara terstruktur, sistematis, dan masif (TSM),” ujar Andi Syafrani usai diskusi.

Menurutnya, pelanggaran TSM terdiri dari tiga jenis, diantaranya ketidaknetralan penyelenggara pemilu, ketidaknetralan aparat sipil negara, dan adanya politik uang secara masif.

“Anehnya, tak ada satu pasal yang memasukkan politik uang sebagai kategori hukum pidana. Akibatnya, para kandidat yang curang tidak takut dengan hukum,” bebernya.

Olehnya, ia menegaskan Presiden harus melihat persoalan pengajuan permohonan sengketa Pilkada sebagai masalah nasional. Persoalan ini dapat dinilai sebagai bentuk penegakan demokrasi dan konstitusi.

Apalagi dalam pasal 158 UU Pilkada menegaskan adanya ambang batas selisih suara untuk melakukan gugatan ke MK. (sti)

Related Articles

Bagaimana Tanggapan Anda?....

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.