Tarakan, MK – Pasca disahkannya UU Pilkada serentak Juni 2016 lalu, oleh DPR RI. Kini UU Pilkada tersebut sudah ditandatangani Presiden Jokowi dan telah diberikan nomor. Hal itu artinya UU itu telah diundangkan dan dapat dipastikan penyelenggaraan Pilkada mendatang tidak akan terlambat.
“Informasinya kami peroleh dari Kementrian Sekertaris Negara 1 Juli lalu. Setelah ditandatangani Presiden, kini UU tersebut sudah masuk dilembaran negara dengan Nomor 10 Tahun 2016. Harapan kami, kedepannya seluruh tahapan pilkada 2017 sudah harus berjalan,” ujar Hetifah, Anggota Komisi II DPR RI.
Lanjutnya, UU Pilkada serentak yang telah disahkan terdapat beberapa poin baru, diantaranya peningkatan kualitas verifikasi calon perseorangan. “Kami (Komisi II) bersama pemerintah telah menyepakati akan dilakukannya verifikasi faktual dengan metode sensus. Untuk peraturan lebih lengkap, jika calon terbukti melakukan tindak pidana atau memberikan uang atau materi kepada pihak penyelenggara pemilu, akan langsung dikenakan sanksi pembatalan sebagai calon. Selain itu juga bisa dikenakan sanksi pidana,” bebernya.
Terkait pasangan calon yang didukung oleh partai pokitik, syaratnya tetap sebesar 20 persen dari jumlah kursi DPRD atau 25 persen dari akumulasi perolehan suara saat pemilu.
“Kalau untuk perseorangan, komisi II dan pemerintah bersepakat calon perseorangan harus mendapatkan dukungan suara paling sedikit 6,5 persen dan paling banyak 10 persen dari jumlah daftar pemilih tetap (DPT),” jelasnya.
Hetifah menambahkan, UU Pilkada yang baru disahkan ini terdapat poin penting untuk Bawaslu. Dimana Bawaslu diberikan kewenangan untuk menerima, memeriksa dan memutuskan tindak pidana bagi pasangan calon yang menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada penyelenggara pemilu atau pemilih.
“Nantinya upaya hukum ini dimulai dari Bawaslu Provinsi ke Bawaslu tingkat kota / kabupaten hingga ke Mahkama Agung (MA),” tutur Hetifah. (id/MK*1)